Evy Gozali sebenarnya bukan penggemar ”wine”, tetapi ia tergolong nekat saat memulai bisnis produk itu pada 2010. Berkat kerja keras, minuman olahan anggur berjenama Sababay itu meraih berbagai penghargaan global.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Kompas/Priyombodo
Evy Gozali, CEO dan Co-Founder Sababay Winery
Evy Gozali mengukuhkan posisinya sebagai perempuan pebisnis dalam industri wine Tanah Air lewat produk yang mendunia. Meski baru berusia lebih kurang satu dasawarsa, minuman olahan anggur berjenama Sababay itu juga mengangkat taraf hidup petani.
Hujan deras di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, memaksa Evy sedikit terbirit-birit. Ia dinaungi payung, tetapi bajunya tak urung sedikit basah diterpa tempias. Chief Executive Officer dan Co-founder Sababay Winery itu memasuki restoran megah kliennya sekitar pukul 16.00.
”Sekalian pengin mengamati potensi PIK. Bisnis makanan dan minumannya lagi booming (meledak),” ujarnya, Selasa (11/1/2021), dengan senyum ramah. Evy terlihat serasi dengan gaun pendek dipadu luaran panjang berwarna persik dan sepatu wedges.
Evy lantas duduk merebahkan diri dengan santai di sofa empuk seraya memesan teh dingin rasa apel hijau. Ia menuturkan bisnisnya yang berjalan sejak 2010. ”Awalnya, saya dan mami ke Bali tahun 2009. Di Buleleng, banyak pedagang jual anggur, tetapi harganya cuma Rp 500 per kilogram (kg),” ujarnya.
Ia dan ibunya, Mulyati Gozali, memang memfavoritkan ”Pulau Dewata” untuk berwisata. Bertolak dari keprihatinan itu, tekad untuk menjembatani petani dengan industri turisme justru tercetus. ”Di Bali banyak turis suka minum wine. Peluangnya terbuka. Jadi, terbit optimisme supaya petani juga dapat nilai tambah,” ucapnya.
Kompas/Priyombodo
Evy Gozali, CEO dan Co-founder Sababay Winery
Sababay berkembang pesat. Produksi yang mulanya sekitar 100.000 liter per tahun kini mencapai 500.000 liter per tahun. Sababay dengan pabrik di Gianyar, Bali, menggandeng 120 petani yang menggarap lahan seluas 80 hektar di Buleleng. Harga anggur yang disetor ke Sababay saat ini Rp 8.500 per kg.
Mutu Sababay yang diakui ditunjukkan pula dengan sekitar 50 penghargaan internasional, antara lain Double Gold Medal untuk Saba Grappa dalam San Fransisco World Spirits Competition 2021. Varian lain, White Velvet menggondol Silver Medal dalam Decanter World Wine Awards 2020.
Ia sungguh gembira produknya bisa diterima publik dengan baik. Dengan usia Sababay sekarang, Evy mengibaratkannya baru menapaki masa remaja. ”Anaknya pasti avonturir, peduli sesama, antusias, lincah, pintar, dan joyful (riang gembira),” katanya sambil tertawa.
Sababay yang terdiri atas 12 jenis wine ditambah tiga jenis liquor dengan label Saba kini sudah tersedia di 28 provinsi. ”Anggur yang dipasok, muscat saint vallier dan alphonso lavalle. Transaksinya direct (langsung) dengan petani,” ucapnya.
Jatuh bangun mengepakkan sayap bisnis tak pelak dialami Evy. Kerja sama langsung dengan petani, misalnya memotong mata rantai yang panjang hingga membuat tengkulak gerah. ”Bisa sampai tujuh layer (lapis) middleman (perantara) itu. Kalau anggur enggak bagus, kan, bukan mereka yang tanam,” katanya.
Kompas/Priyombodo
Evy Gozali, CEO dan Co-founder Sababay Winery
Evy pun terharu saat persoalan eksternal muncul, petani bahu-membahu menghadapinya. Rasa memiliki mereka terhadap Sababay ikut tertanam. ”Malah, saya kaget. Petani bilang sudah kayak sehidup semati karena kesejahteraannya yang meningkat,” ujarnya.
Keguyuban dengan petani terjalin tak lama berselang setelah berdirinya Sababay. Evy mengedukasi partnernya untuk memenuhi standar anggur yang dibutuhkan. Petani dibimbing dengan pendampingan, pengawasan kualitas, pemupukan, pengairan, dan perawatan hingga panen. ”Tujuan lain, lahan pertanian dipertahankan. Mereka dibimbing sistem kelompok tani yang disebut Asteroid,” ujarnya.
Bukan penggandrung
Evy mengaku anak kota semasa kecilnya. Besar di Jakarta, bocah itu hanya menikmati buah-buahan hasil budidaya ayahnya yang hobi berkebun. Sang ibu berperan besar mendorong putrinya sehingga tak takut berbisnis. Paradoksnya lagi, mereka bukan penggandrung wine sebelum mendirikan Sababay.
”Paling, minum waktu pernikahan dan Tahun Baru Imlek saja. Asal mulanya karena tergerak untuk bekerja sama dengan petani anggur. Saya mulai dari nol,” katanya. Ia memanggil peracik wine (winemaker) untuk belajar.
Rintisan menuju akses pemasaran ia buka dengan kerja keras. Evy bergerilya hingga tebal muka untuk menawarkan produknya. ”Pernah, manajer hotel besar di Jakarta kayak memandang Sababay sebelah mata. Yang penting, coba dulu. Kalau ditolak, cari pelanggan baru,” katanya.
Kompas/Priyombodo
Evy Gozali, CEO dan Co-founder Sababay Winery
Di tengah persaingan ketat lantaran produk impor yang melimpah dan anggapan sebagian konsumen soal wine Barat lebih bergengsi, Evy sangat menikmati dunianya. ”Didasari minat yang sama, saya kerja dengan orang-orang sepemikiran. Kuncinya, keyakinan, kegigihan, dan kejujuran,” katanya.
Di antara produsen wine ternama Nusantara yang jumlahnya saja bisa dihitung dengan jari, Evy termasuk segelintir perempuan pengusaha dalam industri tersebut. Ia pun berkiprah bersama elite kaum hawa global yang kini bermunculan, seperti Gina Gallo, Susana Balbo, dan Lalou Bize-Leroy.
Perempuan global
Evy sudah berkali-kali berbincang-bincang dengan perempuan pemimpin perusahaan wine global dan memendam impian untuk sejajar dengan mereka suatu hari. ”Menyenangkan punya banyak teman dan berbagi tips soal wine. Kebanyakan penggemar wine juga sangat menikmati hidupnya,” ujarnya.
Evy mengasah sensitivitas yang kerap dipelajari dari ibunya. Ia memang dikelilingi perempuan-perempuan pekerja keras. ”Dalam keluarga saya banyak woman leader (perempuan pemimpin). Cara komunikasi dengan petani, contohnya saya pelajari,” ujarnya.
Evy tak impulsif saat mengambil keputusan demi profesionalitas. Ia menyikapi dengan rasional ketika menerima usul untuk membanting harga. ”Elegan saja. Enggak tergesa-gesa. Lihat jangka panjang. Enggak mentang-mentang bos,” ujarnya.
Kompas/Priyombodo
Evy Gozali, CEO dan Co-founder Sababay Winery
Evy pun menerapkan open door policy dengan membuka pintu dialog dengan siapa saja. Tak perlu hierarki dari atas ke bawah yang kompleks untuk berkomunikasi. Anggur mengubah hidup Evy dan petani-petani mitranya. ”Dulu, saya terbiasa cepat-cepat, jadi lebih mindful (sadar), menikmati hidup, dan slow down (santai),” ucapnya.
Ia senantiasa bersahaja dengan tak henti belajar. Sebaliknya, Evy masih menyimpan kekurangan dengan impiannya yang masih tersendat. ”Pengin jadi winemaker. Harus masuk universitas beberapa tahun. Mungkin tahun depan. Saya praktik dulu saja di pabrik,” ucapnya.
Evy dengan merendah dan berseloroh menyebut Sababay masih New Kids on the Block alias anak baru, merujuk band remaja laki-laki jadul yang populer pada era 1990-an. ”Kalau bisnis, ada saja masalahnya. Saya selalu percaya kekuasaan Tuhan supaya tenang,” ujarnya.
Evy juga merelaksasi dirinya dengan yoga, berenang, dan tamasya ke pantai. Ia tak keberatan hanya duduk-duduk memandang laut. ”Seharian enggak apa-apa. Saya juga senang travelling (jalan-jalan). Makanya, saya paling senang ke Bali,” ucapnya.
Evy Gozali
Lahir : Jakarta
Pendidikan:
SD Tarakanita 4, Jakarta
Newton Secondary School, Singapura
Singapore American School, Singapura
Economics Bachelor in Arts and Science College, Cornell University, Amerika Serikat
Financial Engineering Master Degree in Operational Research and Industrial Engineering College, Cornell University, Amerika Serikat