Menonton Wayang
Anak lanang itu tak kuasa memejamkan mata seusai menonton. Ia senang bukan alang kepalang. Tergolek di kursi panjang.
Seorang lelaki punya pengalaman sangat berkesan ketika menonton pergelaran wayang kulit. Waktu itu, awal 1960-an, ia masih di sekolah dasar.
Dari tempat tinggalnya di kota K, ia acap pulang kampung, sebuah dusun di kota G. Kendati jarak G dan K cuma 25 kilometer, pulang kampung kala itu sungguh istimewa, perjalanan yang ditunggu-tunggu, naik bus antarkota yang hanya dilayani enam bus sepanjang hari pergi-pulang. Rangka, dinding, tempat duduk, dan atap bus terbuat dari kayu.
Kakek di dusun selalu menghubungi anak lelaki itu dengan menitip pesan lewat sopir bus, agar si cucu pulang kampung kalau ada pertunjukan wayang kulit dengan dalang terbaik. Cucu akan datang sendiri, ibu menyiapkan tas dari anyaman daun pandan kering, melesakkan baju hangat dan handuk. Ayah menitipkannya kepada kernet, Kakek akan menjemput di terminal.