Arah Politik PDI-P Menyambut Pemerintahan Baru (I)
Sinyal bergabungnya PDI-P dalam pemerintahan Prabowo mengemuka di tengah jarak politik PDI-P dengan Presiden Jokowi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F07%2F24%2F5253bdb4-e798-4f29-a10c-33e5f1087b92_jpg.jpg)
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberikan hormat kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat Prabowo akan meninggalkan kediaman Megawati yang berada di Jalan Teuku Umar, Jakarta (24/7/2019).
Menjelang momen penting peralihan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, 20 Oktober 2024, dinamika politik di tingkat elite menghangat, menunjukkan arah pergerakan ke pusat pemerintahan baru. Partai-partai dan elite politik yang tadinya berseberangan/berkontestasi dengan Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Maju (KIM), secara simultan melakukan pendekatan politik untuk bergabung dengan pemenang pilpres.
Tercatat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), yang sebelumnya mengusung pasangan capres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyatakan bergabung dengan KIM dan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Demikian pula Partai Perindo dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang semula berkoalisi dengan PDI Perjuangan (PDI-P) mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, juga sudah menyatakan bergabung dengan Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Kini tinggal PDI-P sebagai satu-satunya partai politik yang belum bergabung dengan pemerintahan baru yang akan dilantik kurang dari sebulan lagi. Posisi PDI Perjuangan (PDI-P) menjadi strategis karena merupakan pemenang pemilu legislatif.
Selain itu, sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri merupakan tokoh yang kini menjadi satu-satunya ketua umum partai dengan posisi politik yang dinilai paling solid secara internal. Sementara secara eksternal, ketegasan dan konsistensi Megawati terhadap aturan main berpolitik juga membuat pamornya masih terjaga.

Ketua DPR Puan Maharani mengajak Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto untuk berswafoto bersama di kediaman Megawati, Jakarta (2/5/2022).
PDI Perjuangan dikenal sebagai partai ideologis dengan sikap politik yang jelas dan lugas, bahkan kadang dibaca sebagai terlalu ”kaku” sehingga tak jarang menimbulkan sindiran publik dan ditinggalkan kawan politik.
Salah satu contoh yang paling nyata adalah sikap Megawati yang menolak permintaan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode karena menilai bahwa itu pelanggaran ketentuan dalam konstitusi/Undang-Undang Dasar 1945.
Langkah politik lain yang juga dinilai paling berani tahun ini adalah penolakan PDI Perjuangan dan Ganjar Pranowo untuk bergabung dengan Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 untuk menjadi wakil presiden. Dalam kesempatan tampil bertiga di Kebumen jelang Pilpres 2024, dimana Presiden Jokowi, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, berjalan bertiga di tengah sawah, berakhir gagal sepakat. Pertemuan tengah sawah pada 9 Maret 2024 lalu tak mampu meluluhkan hati Ganjar Pranowo dan PDI-P untuk bergabung dengan Prabowo Subianto.

Presiden Jokowi bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kebumen, Jawa Tengah (9/3/2023).
Padahal, saat itu fakta hasil survei elektabilitas berbagai lembaga menunjukkan kenaikan elektabilitas Prabowo Subianto melebihi angka psikologis 50 persen. Hasil survei yang dilaksanakan Indikator Politik Indonesia pada 28 Januari-4 Februari 2024, misalnya, menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas tertinggi. Melalui simulasi surat suara, Prabowo-Gibran meraih 51,8 persen (Kompas, 9/2/2024).
Sementara elektabilitas Ganjar-Mahfud saat itu berada di urutan ketiga dengan 19,6 persen. Artinya, hampir tak ada celah kemenangan secara elektoral bagi kubu PDI-P jika mengandalkan modal politik yang dimiliki sendiri.
Namun, faktanya, tawaran menjadi calon wakil presiden itu ditolak PDI-P. Dan hingga kini, partai banteng itu juga merupakan satu-satunya partai politik yang belum menyatakan dukungan terhadap pemerintahan presiden-wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Partai berlogo banteng moncong putih itu sejauh ini belum final menentukan sikap mendukung atau tidak pemerintahan mendatang dan hanya menyatakan akan melakukan apa yang selaras dengan nilai-nilai PDI-P.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F08%2F08%2F2f4cb72d-2e5d-4028-8896-62833044932b_jpg.jpg)
Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden Maruf Amin, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri ke kanan) hadir dalam pembukaan Kongres V PDI-P di Grand Inna Bali Beach Hotel, Bali (8/8/2019).
Prabowo ingin kesatuan seluruh lapisan elite
Terhadap kondisi demikian, tak heran jika Prabowo Subianto dan pimpinan KIM berkepentingan untuk merangkul dan mengajak PDI-P masuk ke dalam barisan pemerintahan yang baru. Hal ini bukan sekadar karena Prabowo Subianto ataupun Gerindra merupakan kawan dekat PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri dalam hal kesamaan garis ideologi politik, tetapi karena kelugasan sikap politik dan soliditas PDI-P di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Bagaimanapun soliditas partai pemenang pemilu ini bisa tumbuh menjadi potensi rival sekaligus penghalang bagi kebijakan pemerintahan baru.
Baca juga: Merunut Terbentuknya ”Party ID” PDI-P
Keinginan bahwa tak ada partai politik yang menjadi oposisi itu antara lain dinyatakan presiden terpilih Prabowo Subianto. ”Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,” kata Prabowo dalam wawancara podcast”Close The Door” Deddy Corbuzier tujuh bulan lalu (13/2/2024). Ungkapan itu diulangi Prabowo beberapa kali dalam sejumlah acara, termasuk sesaat ditetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (24/4/2024).
”Seluruh elite Indonesia harus bekerja sama, marilah kita berani meninggalkan perbedaan-perbedaan kita, mari kita berani mengatasi perasaan-perasaan kita, mari kita gali kesadaran dan cinta Tanah Air, mari kita berkorban, berkorban untuk rakyat kita yang masih banyak mengalami kesusahan, yang masih banyak sulit mencari makan untuk hari esok,” kata Prabowo dalam pidatonya di KPU, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2024).
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F16%2F9e3ee91c-0cb2-42d0-a258-93c868e777f8_jpg.jpg)
Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto saat mendaftarkan sebagai pasangan capres-cawapres 2009 di kantor Komisi Pemilihan Umum Jakarta (16/5/2009).
Semua elite pun diajaknya untuk berani meninggalkan perbedaan karena hanya dengan persatuan, cita-cita bangsa bisa digapai. Dibutuhkan kerja sama dari sejumlah pihak untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan, dan korupsi di Indonesia. Untuk itu, ia mengajak semua elite untuk berani meninggalkan perbedaan dan mengatasi perasaan yang berbeda. ”Hanya dengan bersatu, bekerja sama, kita akan mencapai cita-cita yang diharapkan oleh bangsa kita,” katanya (Kompas, 25/4/2024).
Penekanan soal perlunya kesatuan di antara elite negeri ini kembali diulang Prabowo dalam sejumlah pertemuan partai politik bulan Agustus 2024. Dalam sambutan di acara Kongres ke-VI Partai Amanat Nasional (PAN), Jakarta, Sabtu (24/8/2024), Prabowo mengajak para elite politik saling rukun, bukan justru saling menjelekkan. Prabowo mengingatkan bahwa setiap pemimpin pasti memiliki kesalahan masing-masing. Meski bisa saling membuka kesalahan, menurut Prabowo, hal itu tidak perlu dilakukan.
Jika dirunut, ajakan bersatu antarelite politik ini sudah dilakukan Prabowo sebelum terpilih sebagai presiden. Pada 11 November 2022, Prabowo juga mengajak para elite politik bersatu untuk mengatasi persoalan tantangan global, seperti pertumbuhan ekonomi, perubahan iklim, hingga kelangkaan pangan. ”Dunia hadapi tantangan yang berat, tetapi asal kita kompak, terutama elitenya, terutama para pemimpinnya, kita kurangi semua ego kita, bersatu untuk bangsa dan rakyat, insya Allah kita akan kuat dan berhasil,” kata Prabowo saat itu.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F19%2F0de40674-b0e5-416b-aa72-030e882676e3_jpg.jpg)
Para ketua umum partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden, di rumah Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (22/10/2023).
Kekuasaan politik tanpa oposisi
Gagasan persatuan yang dikemukakan Prabowo itu terdengar ideal dan sesuai dengan kebutuhan kondisi bangsa saat ini. Meski demikian, kondisi faktual politik masa pilkada menunjukkan bahwa ide cemerlang tentang persatuan itu tampaknya diterjemahkan para elite politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai satu kelompok besar yang tidak memiliki pesaing demi soliditas kebijakan pemerintah ke depan. Hal itu tampak jelas pada saat jelang masa pendaftaran peserta pemilu kepala daerah, 27 Agustus 2024.
Baca juga: Menyoal Munculnya Calon Tunggal
Langkah politik yang dilakukan di tahap pencalonan kepala daerah berupa mendominasi sedemikian rupa parpol pendukung calon kepala daerah agar calon yang tersedia di kotak suara adalah pasangan calon (paslon) dari KIM Plus. Karena hampir seluruh parpol sudah bergabung ke KIM Plus, saat itu dengan sendirinya kandidat-kandidat yang tak direkomendasikan KIM Plus tak memiliki cukup tiket suara DPRD I dan II, untuk maju ke Pilkada 2024.
Nama-nama kandidat kuat berdasar elektabilitas hasil survei berbagai lembaga riset, seperti Anies Baswedan di Jakarta, Ridwan Kamil di Jawa Barat, dan Airin Rachmi Diany di Banten, nasib pencalonannya terkatung-katung karena parpol tempat berlabuh mereka ternyata merekomendasikan nama lain di pilkada. Kondisi itu tampak dibuat parpol pengusung yang tergabung dalam KIM Plus supaya terjadi keselarasan dengan kepentingan KIM Plus di pemerintahan mendatang.

Namun, seperti diketahui, keinginan untuk ”sapu bersih” pemenang pilkada melalui dominasi kandidat di pilkada, khususnya di Pulau Jawa, itu akhirnya terantuk keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XXII/2024 tentang pilkada kepala daerah yang mengubah ambang batas pendaftaran calon kepala daerah, Selasa (20/8/2024).
Putusan MK itu dikeluarkan pada saat-saat kritis, di mana pilkada kepala daerah sudah dianggap tidak menarik karena paslon yang ditawarkan kepada publik adalah selera elite KIM Plus, dan bukan memberikan pilihan bagi rakyat pemilih sebagaimana tingkat elektabilitas kandidat.
Baca juga: ”Party ID” dan Kemandirian Parpol
Perubahan aturan pencalonan kepala daerah itu berakibat perubahan mendasar konstelasi sejumlah daerah yang tadinya berhasil dikunci KIM Plus. Munculnya putusan Mahkamah Konstitusi yang merombak persyaratan ambang batas suara parpol hasil pemilu legislatif membuat alur cerita koalisi yang dibuat KIM Plus menjadi berubah.
Nama Airin di Pilkada Banten kini kembali bisa maju melalui Partai Golkar setelah telah terlebih dahulu diusung PDI-P. Elite politik KIM Plus yang semula menginginkan adanya kesatuan koalisi akhirnya ”menyerah” pada realitas politik yang terbentuk dan menoleransi perubahan-perubahan dalam pencalonan kepala daerah.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F09%2F24%2F2ae8e14d-57fb-4dac-b9b9-448287378334_jpg.jpg)
Pendukung calon gubernur Jakarta, Pramono Anung-Rano Karno, bersorak dalam Deklarasi Kampanye Damai Pilkada Jakarta di Kota Tua, Jakarta Barat (24/9/2024). Di sejumlah pilkada, seperti Jakarta, Jateng, Sumut, dan Papua, calon gubernur dari PDI-P akan berhadapan dengan koalisi besar KIM Plus.
”Pilkada kita serahkan kepada yunior-yunior itu,siapa pun yang dipilih enggak ada masalah, enggak ada masalah, tidak ada intervensi saya jamin,” kata Prabowo dalam acara penutupan Kongres Partai Nasdem di Jakarta Convention Centre, Selasa (27/8/2024).
Pidato senada disampaikan Prabowo saat memberikan sambutan penutupan Rapimnas Partai Gerindra di GBK, Senayan, Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2024. ”Kita berkoalisi di tingkat nasional, tidak ada masalah di daerah kita berbeda-beda dan kita bersaing. Persaingan itu baik, persaingan itu bagus, rakyat harus ada pilihan,” kata Prabowo.
Jika dirunut dari langkah KIM Plus dan pernyataan Prabowo Subianto dalam sejumlah wawancara pada pertengahan Agustus 2024 sebelumnya, pernyataan Prabowo di atas mencerminkan ”melunaknya” tuntutan agar parpol yang bergabung ke KIM juga menjaga ”persatuan”. Padahal, sebelumnya, terminologi persatuan itu tak luput dari dimensi pemenangan KIM Plus di pilkada, khususnya daerah-daerah berpenduduk padat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F08%2F27%2F3f6e0359-54a3-4421-a1fe-052ab25971fa_jpg.jpg)
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan presiden terpilih Prabowo Subianto pada penutupan Kongres III Partai Nasdem di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta (27/8/2024). Sejumlah partai, termasuk Nasdem, kini bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto.
Demi persatuan itu, menurut Prabowo, alangkah lebih baik partai politik yang bergabung ke pemerintahannya juga sejalan di Pilkada 2024. ”Bagusnya begitu kira-kira,” ungkap Prabowo secara singkat di kediamannya, Kertanegara IV, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Dalam konteks perubahan sikap Prabowo dan KIM Plus ini, patut dicatat peran besar mahasiswa kampus-kampus negeri dan swasta yang berdemonstrasi pada 22 Agustus 2024. Demo spontan dan besar-besaran itu dilakukan dua hari setelah keluarnya Putusan MK tentang ambang batas pilkada, dan lima hari jelang pembukaan masa pendaftaran calon kepala daerah di Pilkada 2024.
Baca juga: Parpol Mana Berani Jadi Oposisi?
Demonstrasi di depan gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, akhirnya merembet ke berbagai kota di Indonesia dan berlangsung hampir seminggu lamanya. Melihat dampaknya, demo mahasiswa itu berhasil mengingatkan presiden terpilih dan jajaran elite KIM Plus untuk tidak menyimpangi putusan MK tentang ambang batas pilkada. (Bersambung)