Capaian vaksinasi, adaptasi aturan baru, dan penanganan pandemi oleh pemerintah membuat publik kian yakin bahwa pandemi Covid-19 dapat teratasi dan optimistis menyambut 2022.
Oleh
Dimas Okto Danamasi
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Calon penumpang KRL Commuterline menunggu antrean masuk ke Stasiun Tanah Abang, Jakarta (5/1/2022). Angkutan umum seperti kereta listrik kembali dipenuhi warga untuk mobilitas seiring aktivitas masyarakat yang berangsur normal setelah masa libur akhir tahun.
Setelah mengalami gelombang kedua pandemi Covid-19, masyarakat Indonesia semakin yakin dapat mengatasi Covid-19 dan optimistis menghadapi 2022. Tiga hal mendorong keyakinan diri masyarakat, yaitu capaian vaksinasi, adaptasi aturan baru, dan kepuasaan penanganan pandemi oleh pemerintah.
Puncak serangan kedua pandemi pada bulan Juni–Juli 2021 telah menyebabkan kasus positif harian dan kematian melonjak hingga tiga kali lipat daripada serangan gelombang pertama. Kondisi ini membuat kekuatan psikologis masyarakat menjadi semakin menyusut. Salah satunya adalah efikasi diri.
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang kepada kemampuan mereka dalam merespons situasi atau kondisi tertentu. Tingkat efikasi diri dipengaruhi oleh keyakinan diri internal dan keyakinan diri eksternal. Berdasarkan survei Litbang Kompas, pada Juli 2021, keyakinan diri internal dan eksternal untuk menghadapi pandemi berada di titik terendah dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya.
Namun, efikasi diri masyarakat Indonesia mengalami peningkatan seusai puncak gelombang kedua pandemi Covid-19. Hasil survei Oktober menunjukkan bahwa keyakinan diri internal meningkat menjadi 49 persen. Keyakinan diri internal berkaitan dengan keyakinan individu untuk mengatasi pandemi tanpa bantuan pihak lain. Kemandirian vaksinasi dan kemampuan diri dalam beradaptasi dengan berbagai aturan baru merupakan faktor yang memengaruhi tingkat keyakinan diri internal.
Akseptansi pada vaksin dan kesadaran pentingnya vaksin sebagai langkah awal penanganan penularan Covid-19 mendorong masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah menjadikan vaksin sebagai syarat utama mobilisasi individu. Pemerintah menargetkan vaksinasi dilakukan kepada 70 persen dari jumlah populasi sehingga terbentuk herd immunity. Pemerintah berkolaborasi dengan pihak swasta agar cakupan vaksin semakin luas.
Program vaksinasi juga didukung oleh kemudahan mendapatkan vaksin. Akses informasi mengenai vaksinasi juga semakin banyak di media sosial. Selain itu, individu juga dapat melakukan vaksinasi secara mandiri, tidak lagi tergantung pada pemerintah. Survei Litbang Kompas pun menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat akan melakukan vaksinasi secara mandiri, jika tidak mendapatkan vaksin dari pemerintah (79 persen).
Peningkatan efikasi diri internal juga dipengaruhi adanya peningkatan kemampuan diri dalam beradaptasi dengan berbagai aturan baru. Pada awal penanganan pandemi Covid-19, pemerintah sering mengubah peraturan pembatasan sosial sehingga masyarakat mengalami ketidakjelasan aturan sosial. Padahal, pembatasan sosial sangat mempengaruhi kekuatan ekonomi masyarakat.
Kejelasan aturan pembatasan sosial baru mulai dirasakan sejak diberlakukan Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Adanya aturan yang jelas mempermudah masyarakat untuk beradaptasi. Hasil survei menunjukkan bahwa 78 persen masyarakat mampu beradaptasi dengan aturan baru yang berkaitan dengan pandemi.
Sementara itu, keyakinan diri eksternal juga meningkat sebesar 14 persen dibanding survei sebelumnya. Survei Oktober 2021 menunjukan 54 persen masyarakat meningkat keyakinan diri eksternalnya. Keyakinan diri eksternal berkaitan dengan keyakinan individu untuk mengatasi pandemi dengan bantuan pihak lain.
Kepuasaan terhadap penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah menjadi faktor utama meningkatnya keyakinan diri eksternal. Langkah mitigasi pemerintahan dalam menangani pandemi baru terasa sejak bulan Agustus 2021. Angka kasus aktif Covid-19 dan kematian menurun drastis. Ketersediaan tempat tidur rumah sakit obat-obatan semakin meningkat. Keberhasilan pemerintah menahan laju penyebaran Covid-19 meningkatkan keyakinan diri masyarakat mengatasi pandemi dengan bantuan pihak lain.
Hasil survei juga menunjukkan adanya perbedaan tingkat efikasi diri pada masyarakat dengan kelompok ekonomi atas maupun kelompok ekonomi lainnya. Kelompok ekonomi atas memiliki efikasi diri lebih tinggi daripada kelompok ekonomi lainnya. Sebesar 55 persen kelompok ekonomi atas yakin dapat mengatasi pandemi Covid-19. Jika dilihat dari sisi ekonomi, kekuatan ekonomi kelas atas tidak begitu terpengaruh oleh adanya aturan baru pembatasan sosial. Selain itu, kelompok ekonomi atas juga lebih mudah mendapatkan akses vaksinasi.
Hal ini berbeda dengan masyarakat dengan tingkat ekonomi lainnya. Kelompok ekonomi menengah bawah dan bawah adalah kelompok yang paling terdampak aturan baru pembatasan sosial. Kedua kelompok ekonomi tersebut mengalami penyusutan kekuatan ekonomi.
Pola kerja dari rumah dan pengurangan pegawai merupakan dua hal yang memengaruhi kekuatan ekonomi kelompok itu. Selain itu, kelompok ekonomi menengah bawah dan bawah yang bekerja di sektor informal juga terkena pengaruh pola kerja dari rumah. Oleh karena itu, bisa dipahami mengapa hanya 33 persen kelompok ekonomi tersebut yang yakin dapat mengatasi pandemi Covid-19.
Efikasi diri yang terbentuk pada masyarakat perdesaan dan perkotaan nyaris tidak memiliki perbedaan yang signifikan, meskipun ada kecenderungan di perkotaan lebih lemah. Di perdesaan, efikasi diri masyarakat untuk menghadapi pandemi sebanyak 37 persen sedangkan di perkotaan 34 persen.
Jika dilihat dari adaptasi aturan baru, dampak langsung dari adanya aturan pembatasan sosial masyarakat terasa lebih lemah di perdesaan. Kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan tetap bisa berjalan seperti biasanya. Aturan pembatasan sosial hanya sedikit memengaruhi kehidupan ekonomi.
Hal ini berbeda dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan mengalami dampak langsung dari aturan pembatasan sosial. Pembatasan sosial menghambat kegiatan ekonomi masyarakat perkotaan.
Hambatan tersebut muncul seperti: tidak semua pekerjaan di perkotaan dapat dilakukan dengan pola kerja dari rumah, ekonomi sektor informal tidak dapat berjalan setelah adanya pembatasan sosial, dan masyarakat perkotaan memerlukan waktu untuk mengubah kegiatan ekonomi mereka ke platform digital.
Berdasarkan temuan di atas, dapat dilihat bahwa efikasi diri yang meningkat dan adaptasi terhadap kehidupan normal baru yang makin dapat diterima, terjadi karena faktor internal dan eksternal yang mendukung keyakinan masyarakat mengatasi pandemi. (LITBANG KOMPAS)