Akankah Kasus Korupsi Melandai di Tahun 2022?
Dalam lima tahun terakhir terdapat lebih dari 600 tindak pidana korupsi yang terdata oleh KPK. Adakah harapan kasus korupsi melandai di tahun 2022 mendatang?

Korupsi tak henti menghiasi jagat pemberitaan di Indonesia. Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak tahun 2017 hingga Oktober 2021, terdapat 627 tindak pidana korupsi yang terdata dari berbagai instansi, seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat, lembaga legislatif, dan BUMN.
Sepanjang Januari hingga 1 Oktober 2021 terdapat 71 tindak pidana korupsi yang terdata oleh KPK. Dari jumlah itu, sebanyak 65 persen di antaranya adalah tindak pidana korupsi yang berasal dari pemerintah kabupaten/kota pada sejumlah daerah di Indonesia. Sementara korupsi di kementerian atau lembaga negara menyumbang 18 persen dari total kasus.
Beberapa kasus korupsi di daerah memang cukup banyak menghiasi ruang publik sepanjang 2021. Pada triwulan pertama 2021, publik sempat dikejutkan dengan kasus korupsi terkait dengan pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 di Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, tahun 2020. Ini bukanlah kisah pertama kasus korupsi terkait dengan anggaran pandemi.
Pada 17 September 2021, publik juga dikejutkan dengan pemeriksaan 17 tersangka oleh KPK terkait dengan kasus jual beli jabatan aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Di tengah impitan pandemi, kisah korupsi tetap menemukan lakon baru.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F08%2F60292097-5A3A-456D-9855-1BD1200BE90D_1630361641.jpeg)
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan bukti dokumen dan uang sejumlah Rp 362,5 juta yang diamankan sebagai barang bukti atas kasus dugaan jual beli jabatan wilayah Probolinggo, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Baca juga : Merawat Marwah Demokrasi
Turun
Di tengah masih maraknya kasus korupsi di ruang publik, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah tindak pidana korupsi yang tercatat oleh KPK memang menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan.
Pada 2018 terdapat 199 tindak pidana korupsi pada sejumlah daerah di Indonesia yang masuk tahap penyidikan. Jumlah ini turun 27 persen pada tahun berikutnya menjadi 145 kasus.
Pada 2020, jumlah tindak pidana korupsi yang terdata kembali mengalami penurunan hingga 38 persen menjadi 91 kasus. Jumlah ini kembali menurun sebesar 22 persen menjadi 71 kasus pada 2021.
Penurunan jumlah tindak pidana korupsi ini terjadi pada hampir semua instansi, baik pemerintah kabupaten/kota, kementerian dan lembaga negara, maupun pemerintah provinsi. Sebagian besar instansi menunjukkan tren penurunan jumlah tindak pidana kasus korupsi, khususnya dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan jumlah kasus korupsi ini mengindikasikan dua hal. Pertama, jumlah kasus korupsi benar-benar turun. Artinya, kesadaran pemangku kepentingan semakin tinggi untuk menjaga integritas dalam pekerjaan.
Indikasi kedua, upaya penindakan kasus korupsi boleh jadi mengalami pelemahan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, tidak semua kasus terungkap sehingga berdampak pada semakin kecilnya jumlah tindak pidana korupsi yang terdata.

Namun, terlepas dari dua kemungkinan tersebut, jumlah tindak pidana korupsi pada 2021 lalu (91 kasus) masih lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 (71 kasus). Artinya, kasus korupsi masih menjadi momok hingga saat ini.
Apalagi, jika menengok peta penyebaran, jenis perkara yang terungkap masih beragam. Penyuapan, pengadaan barang dan jasa, hingga tindak pidana pencucian uang masih ditemukan. Ini menegaskan bahwa masih banyak celah korupsi yang dimanfaatkan pada berbagai sektor.
Lalu, dengan kondisi seperti ini, apakah ada harapan kasus korupsi melandai di tahun 2022?
Baca juga : Benang Kusut Praktik Korupsi
Harapan
Mari menengok dari dua aktor, yakni pejabat publik dan akar rumput. Dari sisi pejabat publik, jika analisis dilakukan hanya berdasarkan tren dalam lima tahun terakhir, terbuka kemungkinan jumlah tindak pidana korupsi kembali turun pada 2022.
Apalagi, tren penurunan jumlah tindak pidana korupsi secara kumulatif juga diikuti oleh tren penurunan pada jenis perkara serta beberapa profesi dan jabatan.
Namun, kasus korupsi tentu tidak dapat dilihat berdasarkan tren semata. Ada banyak faktor yang sangat mungkin dapat menyebabkan kenaikan jumlah kasus korupsi, seperti gencarnya upaya penindakan hingga terbukanya kesempatan untuk korupsi pada berbagai instansi dan daerah di Indonesia.
Oleh sebab itu, masih terbuka kemungkinan kasus korupsi kembali mengalami kenaikan. Apalagi, jika melihat data 2018, jumlah tindak pidana korupsi justru meningkat jelang penyelenggaraan pemilu.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F9623d0e6-e19d-4495-bfcc-cfd4c00f2ec4_jpg.jpg)
Perilaku korupsi oleh elite yang masih merajalela di Tanah Air menjadi keprihatinan masyarakat yang diwujudkan melalui mural, seperti terlihat di kawasan Keranggan, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (18/12/2021).
KPK mencatat jumlah tindak pidana korupsi saat itu mencapai 736 kasus, mulai dari kasus yang masuk tahap penyelidikan, penyidikan, hingga eksekusi. Jumlah itu merupakan yang tertinggi sejak KPK didirikan hingga saat ini. Mengingat 2022 sudah mulai memasuki gerbang pemilu, bukan hal mustahil tindak pidana korupsi yang terungkap juga meningkat.
Kedua, dari sisi akar rumput, harapan terkait dengan penekanan kasus korupsi di tengah-tengah masyarakat dapat tergambar dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas serta Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
Dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 23-26 November 2021 tergambar bahwa sebagian besar masyarakat telah memiliki kepekaan pada perilaku korupsi di daerah sekitar. Bahkan, sebanyak 9 dari 10 responden menilai perilaku korupsi di tengah-tengah masyarakat saat ini telah mengkhawatirkan.
Penilaian ini mengindikasikan ada penolakan dari publik terkait dengan kasus korupsi yang tampak di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi modal sosial untuk mengikis budaya korupsi di akar rumput.
Namun, penolakan ini belum diiringi oleh sikap nyata publik untuk melaporkan tindakan korupsi. Sebagian besar responden masih pasif jika menemukan kasus korupsi di lingkungan sekitar. Artinya, kasus korupsi di level akar rumput bisa saja terus bergulir tanpa ada peran aktif dari masyarakat.

Kesadaran masyarakat untuk menghindari praktik korupsi juga tecermin dalam IPAK yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik. Indeks ini mengukur sikap masyarakat pada perilaku korupsi.
Dalam skala nol sampai lima, semakin tinggi skor indeks menunjukkan perilaku masyarakat antikorupsi. Sebaliknya, semakin rendah skor indeks, semakin permisif masyarakat pada tindakan korupsi.
Berdasarkan indeks ini, dalam empat tahun terakhir skor indeks selalu mengalami kenaikan. Pada 2021, skor IPAK naik dari 3,66 tahun 2018 menjadi 3,88. Meskipun laju kenaikan skor indeks setiap tahun tidak begitu drastis, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat semakin anti pada tindakan korupsi.
Jika melihat berdasarkan beberapa tren, Indonesia tampaknya masih akan berkutat pada persoalan korupsi di tahun 2022, baik pada level akar rumput maupun level elite.
Kesadaran pada perilaku antikorupsi juga tampak mulai merata pada berbagai generasi. Hal ini terlihat dari tren kenaikan skor indeks ini juga tampak pada berbagai generasi, baik generasi di bawah usia 40 tahun maupun di atas 40 tahun.
Jika pada 2015 terdapat kesenjangan skor indeks antargenerasi, pada 2021 skor indeks antargenerasi hanya terpaut 0,1 poin. Artinya, kesamaan pandangan masyarakat terkait dengan penolakan korupsi pada lintas generasi mulai terbentuk.
Jika tren ini berlanjut, boleh jadi penolakan masyarakat pada tindakan korupsi semakin tinggi di tahun 2022. Namun, tantangan penekanan tindakan korupsi muncul pada kelompok masyarakat berpendidikan tinggi.

Didie SW
Pasalnya, dalam tiga tahun terakhir skor indeks pada generasi berpendidikan tinggi cenderung mengalami penurunan, yang mengartikan masyarakat pada kelompok ini semakin permisif pada tindakan korupsi.
Jika melihat berdasarkan beberapa tren, Indonesia tampaknya masih akan berkutat pada persoalan korupsi di tahun 2022, baik pada level akar rumput maupun level elite. Perlu upaya bersama antara masyarakat dan pemerintah agar praktik korupsi dapat dicegah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?