Warganet Jual Foto KTP-el sebagai Aset Digital NFT, Rentan Jadi Korban ”Pemulung Data”
Penjualan foto dokumen kependudukan sebagai aset digital NFT berisiko disalahgunakan pihak tertentu. Data yang ada bisa dicocokkan dengan data pribadi yang sebelumnya bocor dari platform lain.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·5 menit baca
Kompas
Akun Ghozali Everday di platfom lokapasar NFT OpenSea, Kamis (13/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Kesuksesan Ghozali (22), mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Jawa Tengah, menjual swafoto sebagai aset digital non-fungible tokens atau NFT bernilai miliaran rupiah menimbulkan euforia warganet untuk mengikuti jejaknya. Sejumlah akun menjual foto kartu tanda penduduk elektronik yang menampilkan data kependudukan secara lengkap. Hal itu rentan dimanfaatkan untuk penyalahgunaan data pribadi yang merugikan masyarakat.
Pantauan Kompas, hingga Minggu (16/1/2022) malam, setidaknya terdapat empat akun yang menjajakan foto kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di platform loka pasar aset digital NFT, OpenSea. Dari empat akun, dua di antaranya menampilkan foto bagian data kependudukan KTP-el asli dari Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, serta Kota Malang, Jawa Timur. Satu akun memajang foto dari fotokopi KTP-el dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sementara itu, satu akun lainnya menampilkan potongan foto KTP-el yang menunjukkan bagian nomor induk kependudukan (NIK).
Dari empat akun tersebut, hanya satu aset digital yang pernah dibeli akun lain, yakni foto dari fotokopi KTP-el dari Kabupaten Sukabumi. Aset digital itu dibanderol dengan harga 0,009 ethereum (ETH) atau setara 29,93 dollar AS atau sekitar Rp 419.000 jika dihitung dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS.
Aktivitas warganet asal Indonesia dalam penjualan aset digital NFT terungkap seiring dengan viralnya kesuksesan Ghozali. Ghozali menjual swafoto dirinya di platform OpenSea dengan nama akun Ghozali Everyday.
Foto-foto yang dijual merupakan hasil jepretan yang dia ambil sejak usia 18 tahun hingga 22 tahun atau dalam kurun waktu 2017-2021. Per Kamis (13/1/2022), ia telah mengunggah dan menjajakan 933 item foto dengan patokan harga terendah 0,001 ETH per item atau Rp 48.000 dengan asumsi 1 ETH sekitar Rp 48 juta. Sehari sebelumnya, Ghozali melalui akun Twitter @Ghozali_Ghozalu mengatakan, dalam tiga hari fotonya tersisa 331 NFT (Kompas.id, 14/1).
Tangkapan layar konten di Instagram Sandiaga Uno soal Ghozali yang viral menjual foto dirinya di NFT global.
Foto yang dijual Ghozali laku dengan harga fantastis. Misalnya, foto nomor #528 yang menampilkan fotonya mengenakan kaus abu-abu dan kain oranye di pundak kanan mengalami lonjakan harga yang signifikan. Pada Selasa (11/1/2022), ia menjual foto itu dengan harga 0,001 ETH, tetapi oleh pemilik barunya ditawarkan dengan harga 66.346 ETH atau Rp 3,18 triliun dengan asumsi Rp 48 juta per ETH pada Kamis siang. Sehari sebelumnya, koleksi ini dua kali berpindah tangan dengan harga pembelian masing-masing sekitar Rp 6,72 juta (0,14 ETH) oleh pembeli kedua dan Rp 19,15 juta (0,399 ETH) oleh pembeli ketiga.
Menanggapi penjualan foto KTP-el sebagai aset digital di platform OpenSea, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, perkembangan teknologi digital yang kian pesat harus didukung semua kalangan. Salah satunya untuk menuju ekonomi baru yang didukung digitalisasi.
Namun, perkembangan ekonomi baru itu juga diiringi fenomena penjualan foto dokumen kependudukan, yakni KTP-el, kartu keluarga, dan akta kelahiran. Selain itu, warganet juga melakukan swafoto dengan dokumen kependudukan yang memperlihatkan data pribadi mereka demi mendapatkan verifikasi dan validasi oleh platform transaksi aset digital.
”Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya untuk verivali (verifikasi validasi) tersebut sangat rentan adanya tindakan fraud/penipuan/kejahatan oleh ’pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab karena data kependudukan ’dapat’ dijual kembali di pasar underground atau ’digunakan’ dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online,” kata Zudan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh
Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa ketidakpahaman masyarakat terhadap pentingnya perlindungan data pribadi masih menjadi isu yang harus disikapi bersama. Ia juga meminta agar warga tidak mudah menampilkan data pribadinya di platform daring apa pun.
Terkait dengan aktivitas ekonomi daring, Zudan mengimbau agar warga juga lebih selektif untuk memilih pihak yang bisa dipercaya, terverifikasi, dan dapat memberikan jaminan kepastian kerahasiaan data pribadi. Masih banyak lembaga keuangan yang menjadikan foto KTP-el dan swafoto dengan KTP-el sebagai syarat aktivitas.
Distribusi dokumen kependudukan memiliki dokumen kependudukan di platform daring tanpa hak pun diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. ”Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,” ujarnya.
Antisipasi pelanggaran hukum
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan, di tengah fenomena pemanfaatan teknologi NFT, platform transaksi NFT perlu memastikan agar platformnya tak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik pelanggaran ketentuan perlindungan data pribadi maupun pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, kata Dedy, juga telah memerintahkan jajaran untuk mengawasi transaksi NFT di Indonesia. Pihaknya juga diminta berkoordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan, sebagai lembaga yang berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto.
TANGKAPAN LAYAR
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi saat menyampaikan keterangan pers harian PPKM darurat yang ditayangkan langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (10/7/2021) petang.
Selain itu, Kemenkominfo juga mengimbau masyarakat untuk merespons tren transaksi NFT secara lebih bijak agar tidak berdampak negatif atau melanggar hukum. Peningkatan literasi digital pun diperlukan agar masyarakat semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif dan kondusif.
”Kemenkominfo akan mengambil tindakan tegas dan berkoordinasi dengan Bappebti, kepolisian, dan kementerian/lembaga lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakannya untuk melanggar hukum,” kata Dedy.
Chairman Lembaga Riset Siber Communication and Information System Security Research Center Pratama Persadha mengatakan, penjualan swafoto atau foto dokumen kependudukan sebagai aset digital NFT berisiko disalahgunakan pihak tertentu. Data yang ada bisa dicocokkan dengan data pribadi yang sebelumnya bocor dari platform lain sebagai bekal melakukan kejahatan yang lain.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menambahkan, penjualan foto KTP-el sebagai aset digital NFT dapat menimbukan kerugian ekonomi atau hukum pemilik data jika data tersebut disalahgunakan. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kesadaran dan pemahaman publik untuk melindungi data pribadinya melalui mekanisme literasi digital.
”Sekaligus juga bisa diperkuat menggunakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai instrumen Rekayasa sosial untuk memperkuat kesadaran publik dalam melindungi data pribadi,” katanya.