
Cerita bersambung Kompas, ”Anak Bajang Mengayun Bulan”, sangat menarik dan sangat saya nikmati. Sekalipun pokok cerita berasal dari sumber lain, variasi cerita dan gambaran alamnya disajikan Sindhunata, penulisnya, dengan sangat menarik dan reflektif.
Salah satu refleksi mendalam adalah gambaran tokoh Sukrosono. Ia sejak bayi tersia-siakan oleh ayahnya, tetapi justru mendapat asuhan alam yang membuatnya menjadi pribadi kuat dan dengan kesaktian luar biasa. Ia ternyata juga baik hati dan pemaaf walaupun tampilan fisiknya berwujud raksasa bajang buruk rupa.
Berbeda dengan kakaknya, Sumantri, yang secara fisik sangat tampan, tetapi memiliki pribadi yang lemah dan nyaris tewas jika tidak ditolong adiknya.
Ditampilkan pula putri negeri Magada, Dewi Citrawati, yang sangat rupawan, menarik begitu banyak raja untuk meminangnya, sekaligus menuntut begitu banyak pertumpahan darah mereka yang memperebutkannya.
Perempuan semacam Dewi Citrawati sama sekali bukan pribadi lemah dan mudah dilecehkan. Karena kedudukannya, dia tampil sebagai sosok tinggi hati dan berpeluang mempermainkan para pria, termasuk Sumantri, bahkan raja Maespati yang menang sayembara.
Sajian semacam ini juga sangat layak dinikmati generasi milenial sehingga perlu dilestarikan.
Puluhan tahun lalu Kompas pernah menyajikan ”Anak Bajang Menggiring Angin”. Cerbung itu tidak kalah menarik dan saya pernah memiliki bukunya. Namun, lantaran kebanjiran, buku itu rusak dan akhirnya hilang.
Sekalipun pernah membaca, saya masih ingin membaca kembali. Di manakah saya dapat memperolehnya?
M Rukiyanto
Kelurahan Panggung Lor, Semarang
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas apresiasi Saudara terhadap cerbung ”Anak Bajang Mengayun Bulan”. Buku ”Anak Bajang Menggiring Angin” tersedia di toko Gramedia terdekat.
Nama Berbeda
Ketika pertama kali membuat KTP, saya menuliskan nama secara lengkap: Martinus Mamak Sutamat. Tahun 1976, saat pertama kali membuat paspor, Kantor Imigrasi mengharuskan saya menggunakan nama sesuai akta lahir, yaitu Soetamat. Nama itu berlanjut ketika memperpanjang paspor dan tak ada masalah ketika bepergian ke luar negeri.
Kini setelah ada Covid-19, selain paspor, pendatang harus memperlihatkan sertifikat vaksinasi Covid-19. Muncul masalah karena nama pada paspor berbeda dengan pada sertifikat vaksinasi yang sesuai dengan nama di KTP.
Saya sudah ke Kantor Imigrasi Tangerang. Mereka bilang sebaiknya diganti namanya sesuai paspor. Ini tentu merepotkan karena usia saya mendekati 78 tahun, sudah banyak dokumen yang menggunakan nama sesuai KTP.
Semoga pihak berwenang bisa memberi jalan keluar.
Mamak Sutamat
Serpong Utara, Tangsel
Koreksi Nama
Setiap pagi saya membeli harian Kompas di kios dekat kampus UMS. Informasi dan berita yang paling saya nantikan adalah yang berhubungan dengan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saya meminati dan menikmati tulisan para pakar ataupun wartawan, salah satunya adalah Ahmad Arif, yang kerap menjadikan diskursus iptek sebagai arus utama.
Saya juga beberapa kali menulis di rubrik ”Surat Kepada Redaksi”. Namun, yang terakhir, ada kesalahan penulisan nama (”Iptek dan Keresahan Kita”, Kompas, 12/1/2022). Seharusnya Joko Priyono menjadi Joko Haryono. Baru ketahuan saat membagikan tulisan itu di media sosial karena banyak yang bertanya.
Joko Priyono
Penjual Buku, Jl Slamet Riyadi, Laweyan, Solo
Catatan Redaksi:
Kami memohon maaf atas kesalahan yang terjadi. Dengan ini, kesalahan kami perbaiki. Terima kasih.