Mereka memilih studi banding ke Kazakhstan, negara daratan di wilayah Balkan yang penduduknya hanya sekitar 18,75 juta jiwa. Dibandingkan Indonesia dengan penduduk 273,5 juta jiwa, jelas tidak sebanding.
Oleh
Teguh Mulyono
·3 menit baca
KOMPAS/KOMPAS
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengungkapkan Ibu Kota Baru akan diberi nama Nusantara. Dalam rapat Panitia Khusus RUU Ibu Kota Negara, Senin (17/1/2022), Suharso menuturkan, nama ibu kota tersebut awalnya ingin dimasukkan ke dalam RUU IKN, tetapi ditahan sebelum akhirnya dikonfirmasi Presiden Joko Widodo. Adapun nama Nusantara dipilih karena kata tersebut sudah dikenal sejak lama dan ikonik di dunia internasional.
Tepat sekali tulisan di Tajuk Rencana dan karikatur di harian Kompas (5/1/2022), yang menyoroti perjalanan anggota DPR yang terhormat ke Kazakhstan dalam rangka studi banding perpindahan ibu kota negara.
Sangat disayangkan mereka tidak mengindahkan imbauan Presiden Joko Widodo agar masyarakat dan aparatur negara tidak bepergian dulu ke luar negeri.
Terlebih lagi mereka memilih studi banding ke Kazakhstan, negara di wilayah Balkan yang dulu masuk wilayah bekas Uni Soviet. Negara ini wilayahnya berupa daratan. Penduduknya hanya sekitar 18,75 juta jiwa.
Dibandingkan dengan Indonesia yang penduduknya sekitar 273,5 juta jiwa, jelas tidak sebanding. Tentunya aparatur yang bekerja di kementerian/lembaga negara di Jakarta yang akan dipindahkan ke ibu kota baru di Kalimantan Timur juga lebih banyak daripada aparatur negara di Kazakhstan yang pindah ke ibu kota baru.
Dengan demikian, tantangan yang dihadapi Kazakhstan jauh berbeda dibandingkan Indonesia dalam memindahkan lokasi pusat pemerintahan.
Oleh karena itu, perlu dipertanyakan apa motif dan urgensi kunjungan kerja ke luar negeri ini di tengah peningkatan kewaspadaan untuk menangkal virus Omicron masuk ke Indonesia. Memang benar, keteladanan dan sence of crisis mereka sungguh minimalis.
Teguh Mulyono
Jl Satrio Wibowo Selatan, Solo 57142
Seratus Tahun Soedjatmoko
Kompas
Berita di Harian Kompas Soedjatmoko
Pada 10 Januari 2022 ada kegiatan memperingati 100 tahun Soedjatmoko dengan tema ”Membaca Soedjatmoko Mencari Indonesia”.
Salah satu bukunya yang saya anggap relevan dengan kondisi kiwari adalah Menjadi Bangsa Terdidik. Buku ini patut menjadi acuan para pembuat kebijakan di negeri ini. Ada ungkapannya bahwa bukan hanya manusia yang penting, melainkan juga bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungan.
Kompas memuat beberapa artikel tentang pembubaran Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan dilebur ke dalam BRIN. Ada kosakata yang diulang di dalam artikel yang berbeda. Ekosistem riset.
Soedjatmoko atau Koko, panggilan akrabnya, menulis: Kerusakan ekologi berhubungan erat dengan pendidikan kemanusiaan. Dapat kita simpulkan bahwa kerusakan ekosistem riset mengikuti pandangan ini. Penciptaan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang melikuidasi banyak lembaga riset malah jadi malapetaka.
Dengan dilikuidasi, kelembagaan dan sumber daya manusianya tercerai-berai. Ini juga menjadi malapetaka kemanusiaan. Ada 1.500 orang diberhentikan, kata anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Dr Azyumardi Azra (Kompas, 8/1/2022).
Pemikiran jauh ke depan Soedjatmoko menyejajarkan dia dengan cendekiawan dunia. Dia visioner yang melampaui zamannya, dengan hasil pemikiran sejak usia 20-an.
Persahabatannya dengan jurnalis Rosihan Anwar saling mengisi dari sudut pandang kepakaran yang berbeda. Anekdota tahun 1946 waktu berdiskusi di toilet alam di Malino menggambarkan kecerdasan mereka pada masa perjuangan kemerdekaan (Quartet, Rosihan Anwar).
Ada ungkapan Soedjatmoko yang menarik, gevaarlijk zelfbedrog (penipuan diri sendiri yang berbahaya). Pembentukan BRIN diikuti likuidasi berbagai badan riset otonom, seperti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dapat dikategorikan gevaarlijk zelfbedrog.
Sebagai penutup, saya sampaikan ucapan Soedjatmoko di Kongres Permias Ke-4 (21/6/1968) saat dia menjabat duta besar: Sangat penting bagi generasi baru untuk memiliki kesadaran akan misi historis dari generasinya.
Rosihan Anwar, sering mencetuskan istilah zeitgeist/roh zaman. Dua orang dengan kepakaran yang berbeda, memiliki kesamaan rasa di dalam memandang kemanusiaan.
Semoga menjadi warisan, terutama keluhuran akhlak dan rasa cinta bangsa.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jl Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta Selatan 12970
Editor:
Agnes Aristiarini
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.