Surabaya, Jawa Timur, masih akan menghadapi ancaman banjir jika keandalan jaringan saluran air, waduk atau bozem, sarana berupa rumah pompa tidak ditingkatkan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Sebuah mobil melewati banjir di Jalan Jagir Wonokromo Wetan, Surabaya, Selasa (11/1/2022). Hujan yang terjadi tidak beberapa lama menyebabkan banjir di jalan tersebut. Hingga saat ini, Pemkot Surabaya terus melakukan pembenahan seperti saluran air untuk mengantisipasi banjir. Partisipasi warga dalam menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarang membantu mengatasi banjir.
SURABAYA, KOMPAS — Jaringan saluran air dan sungai di Surabaya, Jawa Timur, ternyata kurang andal untuk mengantisipasi banjir. Bencana hidrometeorologi ini berpotensi berulang ketika hujan deras atau intensitas tinggi kembali turun. Surabaya perlu agresif untuk memastikan antisipasi banjir di masa depan terwujud dengan baik.
Dalam pertemuan dengan Forum Komunikasi Daerah Kompas Gramedia di kantor Harian Kompas di Surabaya, Senin (10/1/2022), Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi kembali meminta maaf kepada publik karena banjir yang terjadi pada Jumat (7/1/2022). Banjir terjadi setelah ibu kota Jatim ini diguyur hujan deras dan diterpa angin kencang. Selain banjir, ada pohon tumbang atau dahan jatuh sehingga terjadi kemacetan.
Jumat petang itu, banjir, antara lain, terjadi di Jalan Basuki Rachmat, Jalan Panglima Sudirman, dan Jalan Sono Kembang di pusat kota. Selain itu, di Jalan Dharmawangsa dan Jalan Ngagel Madya di timur pusat kota, serta Jalan Ketintang di kawasan selatan. Banjir di pusat kota menjadi catatan karena bertahun-tahun terakhir tidak terjadi.
”Saya minta maaf ternyata ada utilitas yang menghambat sehingga harus ditata, saya akan benahi dan selesai tahun ini sehingga di tahun depan tidak banjir meski hujan deras,” kata Eri yang siang itu didampingi Kepala Dinas Kominfo Kota Surabaya Muhamad Fikser.
Di ruas Basuki Rachmat dan Panglima Sudirman ada brandgang atau sodetan saluran air yang ternyata sudah ada pintu air sehingga aliran tidak lancar. Aliran hanya mengalir ke rumah pompa Kenari sehingga banjir lama surut. Pintu air sodetan perlu dibongkar atau dipastikan terbuka ketika hujan deras turun sehingga aliran bisa terbagi dan segera mengalir ke Kalimas.
Pengendara sepeda motor melewati banjir di Jalan Jagir Wonokromo Wetan, Surabaya, Selasa (11/1/2022). Hujan yang terjadi tidak beberapa lama menyebabkan banjir di jalan tersebut. Hingga saat ini, Pemkot Surabaya terus melakukan pembenahan seperti saluran air untuk mengantisipasi banjir. Partisipasi warga dalam menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarang membantu mengatasi banjir.
Banjir di Jalan Dharmawangsa terjadi karena pintu air saluran Kalidami mengandalkan gravitasi dan tersumbat sampah sehingga air tidak cepat mengalir ke jaringan sungai. Di Kalidami harus kembali dibangun pompa untuk mempercepat aliran air saat hujan deras turun sehingga tidak kembali banjir di masa mendatang.
Kami bagi petugas menjadi beberapa tim untuk menelusuri sekaligus menangani masalahnya dari hulu ke hilir di setiap lokasi banjir. (Lilik Arijanto)
Pada kesempatan itu, mantan Kepala Bappeko Surabaya ini juga mengungkapkan, jika seluruh infrastruktur pengendalian banjir sudah siap dengan intensitas hujan tiga kali dari situasi normal. Belakangan ini setiap hujan disertai angin, menurut BMKG, berlangsung lima kali lebih di atas normal.
Karena itu, hampir setiap hujan belakangan ini, beberapa wilayah kembali diterjang banjir meski semua rumah pompa dibuka. ”Tahun ini, agar banjir tak lagi menghampiri Surabaya, tidak hanya rumah pompa yang ditambah, tetapi saluran yang belum dinormalisasi juga dilanjutkan,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Surabaya Lilik Arijanto mengatakan, peristiwa pada Jumat petang itu menyadarkan aparatur bahwa ancaman banjir masih nyata. Aparatur menelusuri masalah banjir di suatu lokasi dari hulu ke hilir.
”Kami bagi petugas menjadi beberapa tim untuk menelusuri sekaligus menangani masalahnya dari hulu ke hilir di setiap lokasi banjir,” katanya.
Ketika menemukan saluran yang tersumbat sampah dan mendangkal karena tebalnya endapan, tim segera mengangkat sampah dan mengeruk sedimentasi. Dari sana ditemukan masalah baru, yakni keberadaan utilitas atau pipa-pipa yang menghambat bahkan menghentikan aliran. Utilitas harus ditata dan penataan melibatkan instansi pemasang utilitas, antara lain, PDAM, PLN, penyedia jaringan telekomunikasi, dan pengelola gedung.
KOMPAS/AGNES SWETA PANDIA
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada pertemuan dengan Forum Komunikasi Daerah Kompas Gramedia Jatim di Surabaya, Senin (10/1/2022).
Program pengerukan, lanjut Lilik, akan diarahkan ke lokasi-lokasi yang Jumat lalu banjir. Misalnya di simpang saluran Jalan Panglima Sudirman, Jalan Taman AIS Nasution, dan Jalan Embong Sawo. Pengerukan juga akan menyentuh brandgang atau sodetan saluran air, serta pelebaran inlet menuju rumah pompa Grahadi.
Untuk pusat kota, jaringan saluran air akan dibagi untuk pengaliran air. Aliran dari sisi timur dihubungkan langsung ke Kalimas. Di sisi barat dilewatkan rumah pompa Grahadi ke Kalimas dengan bukaan pintu yang lebih besar. Selain itu, menghubungkan rumah pompa Kenari dan Grahadi dan pembuatan persimpangan saluran untuk pembagian aliran.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat meninjau kondisi saluran air di Jalan Raya Kenjeran sesuai hujan, Sabtu (27/2/2021) malam. Ketinggian air rendah karena ada penyumbatan akibat sampah sehingga di bagian lain air meluap dan membanjiri ruas tersebut.
Ditangani
Dalam kesempatan sebelumnya, Eri pernah mengatakan, penanganan banjir tidak bisa selesai dengan sekadar meningkatkan keandalan prasarana terutama pengerukan, pelebaran, bahkan penambahan saluran air. Banjir ditangani dari hulu ke hilir termasuk keterkaitan dalam sistem atau jaringan saluran, sungai, dan keandalan pompa-pompa air.
”Penyelesaian banjir tidak bisa sesederhana, misalnya begini, ’oh ada wilayah yang banjir berarti kemudian saluran di sana harus dikeruk sehingga nanti tidak banjir lagi’. Bukan begitu,” ujar Eri.
Pengerukan saluran memang tetap perlu ditempuh untuk menjamin keandalan prasarana. Namun, saluran juga perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan lebarnya jika diperlukan, dibangun yang baru dan terhubung dengan jaringan sungai dan didukung pengoperasian pompa-pompa.
Dengan populasi mendekati 3 juta jiwa dan berkarakter megapolitan karena dihubungkan dengan aglomerasi Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), dalam penanganan dan antisipasi banjir, Surabaya perlu mempertimbangkan keberadaan jaringan saluran besar di bawah tanah.
Eri mengatakan, keberadaan prasarana itu mustahil diwujudkan oleh Surabaya sendiri karena berkonsekuensi pendanaan amat tinggi bahkan bisa berkali-kali lipat kekuatan APBD 2022 yang Rp 10,3 triliun.
Penyelesaian banjir tidak bisa sesederhana misalnya begini, ’oh ada wilayah yang banjir berarti kemudian saluran di sana harus dikeruk sehingga nanti tidak banjir lagi’. Bukan begitu. (Eri Cahyadi)
”Pendekatan saat ini bagaimana memastikan keterpaduan prasarana yang ada. Saluran saling terhubung, tidak ada kendala, andal, dan pompa-pompa dapat beroperasi secara maksimal,” kata mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.
Eri juga pernah menjabat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya. Pembangunan prasarana baru, misalnya bozem atau waduk, saluran terbuka atau tertutup, masih lebih memungkinkan untuk diwujudkan dalam jangka pendek guna antisipasi banjir mendatang.