Banyak anak muda yang memperhatikan kelestarian lingkungan, salah satunya dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengolahan sampah.
Oleh
David Kristian Irawan dan Calandra Divina Djamil
·5 menit baca
Kompas
Pemulung di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Sukawinatan, Palembang, Jum'at(26/11/21). Dari 1.200 ton sampah yang masuk ke TPSA Sukawinatan, sekitar 70 persen adalah sampah plastik yang berasal dari limbah rumah tangga dan pasar.
”Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit,” begitulah pepatah mengatakan. Bahwa setiap upaya kecil yang dilakukan, pada akhirnya akan berbuah hasil. Walau demikian, pepatah tersebut mempunyai makna berlawanan, apabila dikaitkan dengan satu isu lingkungan yang tengah marak akhir-akhir ini, yaitu sampah plastik.
Ibarat sebuah gawai di genggaman, plastik sudah menjadi ”teman hidup” manusia dalam berbagai kebutuhan sehingga sulit jika harus melepasnya. Entah membeli makanan atau minuman, berbelanja di pasar swalayan, hingga kini berbelanja daring, seluruhnya erat dengan penggunaan plastik. Kebiasaan masyarakat yang begitu konsumtif, sangat jelas berdampak pada bertambahnya jumlah sampah plastik, bahkan sampai harus ”menyiksa” TPA atau tempat pembuangan akhir.
Agar tak berlarut-larut, kesadaran dan kontribusi nyata semua elemen masyarakat menjadi kunci utama. Terutama bagi Generasi Z sebagai ”barisan penerus” kehidupan yang memiliki kesadaran tinggi untuk mengatasi isu sampah sesegera mungkin. Membentuk gaya hidup baru, terlibat dalam komunitas, hingga menyalurkannya lewat bisnis, semuanya dilakukan agar lingkungan tetap terjaga.
Wujud kontribusi
Kontribusi anak muda dapat kita jumpai dalam berbagai komunitas. Salah satunya adalah Bye Bye Plastic Bags Malang. Punya visi utama menyelamatkan lingkungan di kota Malang, nyatanya butuh perjuangan ekstra agar tetap berdiri tegak.
”Bikin Bye Bye Plastic Bags Malang ini prosesnya panjang, mulai dari pengajuan ke Bye Bye Plastic Bags pusat, buat visi-misi, dan program sesuai kebutuhan di Malang,” ujar Gabriella Johana (21), Head of Education Bye Bye Plastic Bags Malang, saat dihubungi Tim Magangers Kompas Muda, Selasa (23/11/2021).
M ILHAM AKBAR
Salah satu produk olahan dari limbah plastik, yang dijadikan tas oleh komunitas Eco Enzyme Palembang, Kamis (25/11/2021).
Namun, berbagai kegiatan yang diselenggarakan Bye Bye Plastic Bag Malang berhasil memberi dampak bagi masyarakat. Mulai dari ”Bye Bye Plastic Goes to School”, ”Cleans Up” hingga menjadi pembicara dalam berbagai acara.
Walau gerak mereka terhenti akibat pandemi, mereka tetap mengedukasi masyarakat dengan membuat konten-konten interaktif dan menarik. Gaby menuturkan, kondisi pandemi telah meningkatkan hasil limbah plastik yang sangat berbahaya bagi lingkungan.
Selain komunitas, anak muda juga melawan penggunaan plastik dengan cara-caranya sendiri. Rasyid (16), Zidan (18), dan Anisa (24) mengaku mulai menyadari bahaya sampah plastik melalui edukasi komunitas lingkungan dan sekolah. Membawa botol minum serta tas belanja ramah lingkungan adalah bentuk pengurangan sampah plastik yang mereka lakukan.
”Penting sekali sih karena kalau bukan dari kita, siapa lagi?” ucap Anisa.
Rendahnya kesadaran
Layaknya benang kusut, masalah sampah plastik belum menunjukkan tanda-tanda akan menyusut. Hana Nur Apriliana (25), Head of Communication and Engagement Waste4Change, menuturkan, gentingnya sampah plastik di Tanah Air perlu disikapi dengan berbagai solusi. Terlebih masyarakat masih gagap dalam memilah sampah sebagai gaya hidup baru.
”Tantangan dalam mengubah pola berpikir masyarakat adalah menunjukkan dampak baik-buruknya secara langsung,” ujarnya, Kamis (25/11/2021).
Lebih lanjut, Hana mengungkapkan, idealnya masyarakat paham ketika diberikan edukasi mengenai pengelolaan sampah plastik. Akan tetapi, masih terdapat sebagian masyarakat yang ogah untuk ikut berkontribusi atau hanya menginginkan insentifnya saja ketika mereka terlibat dalam mengelola sampah.
Sejalan dengan pendapat Hana, Gaby mengatakan bahwa selain mindset, masyarakat diharapkan bisa menjadikan pelestarian lingkungan sebagai kebiasaan atau habit yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran diri, tambahnya, menjadi hal terpenting yang perlu dimiliki setiap individu agar mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat lainnya. Upaya menyelamatkan bumi dari sampah juga perlu diimbangi dengan ketersediaan akses dan fasilitas.
Selain hal-hal tersebut, kontribusi anak muda sebenarnya bisa dilakukan melalui cara-cara sederhana. ”Bisa nih, nongki-nongkinya dikurangi atau milih kafe yang menyediakan gelas kaca atau boleh memakai tumbler,” ujar Hana.
Ekonomi sirkular
Istilah ekonomi sirkular memang belum cukup ramah di telinga masyarakat. Padahal, ekonomi sirkular sangat ampuh dalam upaya mengurangi sampah plastik.
M ILHAM AKBAR
Seorang pelanggan salah satu jualan daring menunjukkan bungkus paket belanjaan di kediamannya, di Palembang, Jumat(26/11/21). Bungkusan paket berupa selotip, bungkus plastik, dan plastik gelembung.
”Ekonomi sirkular itu penting, mulai dari bahan baku, lalu membentuk suatu produk, diproduksi dan berakhir ke penggunaan. Setelahnya, limbah tersebut didaur ulang menjadi produk sejenis maupun berbeda,” kata Gaby.
Waste4Change (W4C), sebagai salah satu perusahaan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep ekonomi sirkular, selalu berupaya meminimalkan jumlah sampah plastik yang ada di lingkungan. ”Enggak cuma baik dan perlu implementasi nyata, kita juga ingin mengubah pola terkait sampah yang bukan kumpul-angkut-buang, tetapi ada penyortiran dan daur ulangnya,” ulas Hana.
Dia menambahkan, konsep ekonomi sirkular juga memberi edukasi bahwa setiap material yang dihasilkan, punya value untuk menjadi sebuah barang baru. Dengan demikian, hal tersebut mampu mengurangi jumlah sampah dan meminimalkaan eksploitasi sumber daya alam.
ARSIP JULIAN FELIX ARMANDO
Koran Kelompok Simba
Kolaborasi nyata
Beradaptasi dengan konsep less waste serta ekonomi sirkular dalam kehidupan sehari-hari, mungkin masih sulit dilakukan, terutama bagi anak muda. Meski begitu, hal tersebut berhasil diwujudkan oleh salah satu kafe bernama Work Coffee Indonesia yang terletak di Jalan Sumbawa No 28, Bandung.
Mengusung tema ”Against use Single Plastic”, Work Coffee Indonesia mengajak para pengunjungnya untuk melawan penggunaan plastik sekali pakai sebagai kontribusi nyata menyelamatkan lingkungan. Bukan hanya itu, kedai kopi ini juga menerapkan konsep less waste atau mengurangi sampah, mulai dari mengolah ampas kopi menjadi pupuk hingga kardus susu menjadi sebuah dinding.
Ilham Dani (26), salah seorang kru Work Coffee, menuturkan, selain merasa teredukasi, ia juga mulai memikirkan masa depan generasi selanjutnya jika masih berkutat dengan masalah sampah plastik. ”Kalau sayang sama anak cucu, sebisa mungkin jangan hasilkan sampah plastik!” ungkapnya, Rabu (24/11/2021).
Layaknya sebuah permata, kelestarian alam juga sepatutnya dijaga kuat oleh manusia, agar tetap lestari dari segala pencemaran. Walaupun terasa sulit, niscaya segala jerih payah yang kita lakukan sebagai masyarakat, akan terus terjaga hingga generasi mendatang. Mulailah dari diri sendiri, lalu rangkul orang di sekitarmu untuk bergabung. Selamat berjuang, terutama kalian para kawula muda!
Magangers Kompas Muda Batch XII
Kelompok Simba:
David Kristian Irawan - Universitas Padjadjaran (Reporter)
Calandra Divina Djamil - SMA Labschool Jakarta (Reporter)
Muhammad Ilham Akbar - Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang (Fotografer)
Julian Felix Armando - Universitas Brawijaya (Desain Grafis)
Satriyani Dewi Astusi - Universitas Airlangga (Videografer)