Para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri selalu bangga memamerkan seni budaya Nusantara.
Oleh
Soelastri Soekirno dan Elsa Emiria Leba
·6 menit baca
ARSIP PRIBADI
Mahasiswa sarjana Jurusan Teknik Mesin di RWTH Aachen University, Rafif Sulthan Ramadhan (baju hijau), berpose di depan makanan potluck bersama mahasiswa internasional lainnya di asrama di Aachen, Jerman.
Pelajar Indonesia yang tengah kuliah di luar negeri sadar bahwa mereka tak hanya sekolah, tetapi juga menjadi duta bangsa. Di sela-sela belajar, mereka menggelar beragam aksi budaya, mulai dari berbaju kain khas Nusantara sampai menampilkan tarian dan nyanyian Indonesia. Tak lupa, mereka juga menyajikan kuliner yang membuat orang dari negara lain ketagihan mencicipi.
Dari pengalaman para pelajar yang kuliah di Inggris, Jerman, dan China, walau harus bekerja keras berbulan-bulan guna menyiapkan acara besar, seperti Nusantara Festival atau lainnya, tetapi mereka puas dan senang. ”Rasa lelah terbayar sambutan meriah sesama mahasiswa dan warga lokal. Yang membuat ingin mengadakan acara seperti itu lagi adalah rasa bangga sebagai bangsa Indonesia,” ujar Nur Musyafak (28) yang sedang menyelesaikan pendidikan doktor bidang linguistik bahasa China di Central China Normal University Wuhan, China, Jumat (7/1/2022).
Nur yang kini mengajar di Pondok Pesantren Genggong, Probolinggo, dan sebuah sekolah nasional di Lumajang, Jawa Timur, sejak akhir 2019 pulang ke Indonesia begitu virus Covid-19 terdeteksi di Wuhan. Pandemi yang berkepanjangan membuat ia menyusun disertasi di Indonesia. Nur yang merupakan sarjana pendidikan bahasa China dari Huaqiao University Xiamen, China, pernah menjadi pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Pusat di China dan PPI China (PPIT) cabang Wuhan.
Semasa masih kuliah di Xiamen, Nur dan mahasiswa lain asal Indonesia aktif menggelar berbagai acara kebudayaan. Ia ingat tahun 2016, PPI di Xiamen mengadakan Wonderful Indonesia berisi drama dengan tari dan nyanyian dari sejumlah daerah Nusantara. Butuh waktu enam bulan untuk menyiapkan acara itu, sejak menyusun pengurus hingga pelaksanaan.
Demi membuat acara meriah dan lancar, mahasiswa yang menjadi penari dan penyanyi harus berlatih tekun. ”Kalau di antara kami tak ada yang bisa menari Bali atau Jawa atau daerah lain, kami latihan dari Youtube, he-he-he,” ujarnya. Untuk kostum, biasanya apabila ada mahasiswa pulang kampung, panitia memesan agar ia mencarikan kostum dari daerah tertentu untuk pementasan. ”Biaya pembelian kostum dari kas PPI,” imbuhnya.
Masih menurut Nur, melihat kemeriahan acara, pihak Kedutaan Besar RI di China dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ikut memberikan dana untuk acara seperti itu. Dukungan dan sambutan mahasiswa asing serta warga lokal membuat PPIT cabang Wuhan di akhir 2018 membuat Nusantara Festival di Wuhan. Jumlah mahasiswa Indonesia di Wuhan sekitar 200 orang, 100 orang di antaranya aktif menjadi panitia dan penampil untuk acara tersebut.
ARSIP PERMIC XIAMEN
Upacara dan lomba memperingati HUT Kemerdekaan RI di Xiamen, China.
Paling ditunggu
Sementara Itsna Rahma Fitriani (28), lulusan Program Master of Finance, Jiangxi University of Finance and Economics, menceritakan berbagai acara yang ia dan kawannya adakan semasa masih kuliah di Nanchang, tempat Universitas Jiangxi berada. Tak melulu mengadakan acara khusus menampilkan seni tari dan nyanyi, para mahasiswa yang belajar di bagian tengah China itu juga pernah mengadakan acara donor darah dengan peserta mahasiswa dari Indonesia dan negara lain. Untuk menarik peminat, peserta donor darah akan mendapat satu kotak nasi kuning dengan lauknya.
”Wah, banyak mahasiswa dari negara lain suka. Mereka segera mendaftar ikut donor darah,” kata Itsna tertawa saat menceritakan peristiwa tahun 2019 itu.
Acara keagamaan pun menjadi ajang untuk pamer kuliner Indonesia. ”Pokoknya acara apa pun yang kami adakan, minat kawan-kawan mahasiswa dari negara lain dan warga lokal amat besar. Kami menjadi makin senang mengadakannya,” kata gadis yang saat ini mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, itu, Jumat (7/1/2022).
Pada bulan puasa, misalnya, mahasiswa Indonesia mengadakan acara buka puasa bersama. Banyak mahasiswa dari India, Senegal, China, dan lainnya ikut hadir. Biasanya Itsna menyiapkan tiga kamar di asrama mereka untuk tempat memasak. Ada kamar khusus untuk memasak gorengan, lauk, dan nasi. Para mahasiswa di Nanchang berjibaku menyiapkan hidangan.
Pada acara lain, seperti festival yang diadakan universitas di Nanchang, PPIT cabang Nanchang pun ikut membuka booth. ”Pernah kami menampilkan angklung dan kuliner, seperti bakso tahu, wah tak sampai 15 menit, 100 pak kuliner Indonesia langsung habis diserbu pengunjung. Kuliner Indonesia paling mereka tunggu karena, selain unik, rasanya juga enak,” tutur Itsna yang pernah menjadi Ketua PPIT Cabang Nanchang tahun 2018-2019.
ARSIP PPIT CABANG NANCHANG,TIONGKOK
Rektor Jiangxi University of Traditional Chinese Magazine saat menerima angklung dari mahasiswa asal Indonesia.
Tak hanya itu, Rektor Jiangxi University of Traditional Chinese Magazine yang saat itu berkunjung ke stan Indonesia pun ingin memainkan angklung. ”Wah, kami yang ada di stan senang sekali. Akhirnya kami ramai-ramai memainkan angklung yang bunyinya indah itu,” kata Itsna lagi. Bagi dirinya menampilkan berbagai budaya Indonesia dari banyak daerah membuat ia makin mengenal budaya dari suku lain yang belum banyak ia ketahui.
Memamerkan wastra
Dari London, Nadia Atmaji (28), mahasiswa pascasarjana jurusan Digital Media di University College London, Inggris, menceritakan kebiasaan kerap mengenakan baju dari wastra Nusantara saat berkuliah. Apalagi, Nadia juga menjadi pengurus PPI United Kingdom departemen komunikasi. ”Visi kepengurusan PPI UK sekarang ini adalah diplomasi budaya dan pendidikan. Diplomasi budaya itu contohnya menggunakan pakaian batik,” katanya dari London, Rabu (5/1/2022).
Nadia membawa beberapa pakaian dari wastra Nusantara ke London, seperti kebaya, baju dan masker batik, rompi panjang dan masker dari tenun ikat Nusa Tenggara Timur, serta sejumlah aksesori. Rompi tenun ikat bermotif bunga dengan kombinasi warna merah, hitam, dan putih itu berhasil menarik perhatian petugas kampus saat ia mendaftarkan diri untuk mengambil kartu identitas di kampus.
”Petugasnya langsung muji nice vest. Aku jelasin ini kain tenun NTT terus masuk percakapan, deh. Dia tahu Bali doang, jadi tersipu malu gitu,” tutur Nadia yang baru berada di London sejak September 2021.
Tak hanya itu, saat berkegiatan bersama komunitas fotografi di Camden ia selalu mengenakan busana khas Indonesia. Alhasil, busana yang ia kenakan menjadi pembuka komunikasi dengan mahasiswa dari negara lain. Ia juga berinisiatif menjelaskan sendiri tentang pakaian dari wastra Nusantara yang dikenakannya untuk memulai perbincangan.
Selain mengenakan baju dari wastra Nusantara, Nadia juga sering mengajak teman-teman dari Italia, China, Inggris, dan Jerman untuk mencicipi makanan khas Indonesia. Mereka biasanya pergi ke Pino’s Warung di Camden yang menjual makanan Padang, masakan Jawa, dan makanan tradisional lainnya.
ARSIP PRIBADI
Nadia Atmaji, mahasiswa pascasarjana jurusan Digital Media di University College London, Inggris, berpose menggunakan rompi dari kain tenun Nusa Tenggara Timur di kampusnya.
Dari Jerman, Rafif Sulthan Ramadhan (20), mahasiswa Jurusan Teknik Mesin RWTH Aachen University, menyatakan, ia bergabung dalam kepengurusan PPI Jerman departemen seni dan budaya agar bisa ikut mengenalkan budaya Tanah Air ke kawan mahasiswa asing ataupun warga lokal. Karena baru bergabung dengan PPI Jerman sejak Oktober 2021, Rafif belum banyak terlibat dalam kegiatan promosi kebudayaan.
Dia baru berpartisipasi dalam kegiatan peringatan Hari Pahlawan tahun 2021 oleh PPI Jerman. PPI Jerman membuat video cover lagu ”Wonderland Indonesia” oleh Alffy Rev yang menunjukkan pakaian, lagu, dan tarian tradisional dari berbagai daerah di Tanah Air.
”Kami akan bikin konten informasi rutin di Instagram PPI Jerman tentang Indonesia, kayak produk seni, makanan, dan pariwisata atau tentang budaya dan masyarakat, idenya dari aku. Kami akan mengunggahnya pada bulan ini, tetapi akan diputuskan dalam bahasa apa dan targetnya siapa,” tutur Rafif dari Aachen.
Di luar kegiatan di PPI Jerman, mahasiswa semester tiga ini ternyata rajin mempromosikan kebudayaan Indonesia dalam bentuk kuliner. Rafif beberapa kali memasak menu khas Indonesia di asrama untuk para mahasiswa internasional yang berasal, antara lain, dari Jerman, Taiwan, India, Rusia, Bulgaria, dan Yunani.