Tolok ukur keberhasilan Gubernur Jakarta atau sekarang disebut Daerah Khusus Jakarta adalah apabila dalam kurun waktu lima tahun menjabat bisa menghilangkan banjir di seluruh wilayah Jakarta.
Di samping itu, mengurangi kemacetan lalu lintas menjadi seminimal mungkin karena kemacetan memang tidak bisa hilang sama sekali sebagai risiko kota metropolitan.
Jika kedua masalah itu bisa diatasi dengan baik, roda ekonomi akan berputar lebih cepat. Kerugian materi luar biasa besar akibat banjir dan kemacetan lalu lintas bisa beralih dimanfaatkan untuk menggerakkan perekonomian.
Gubernur silih berganti, semua pernah berjanji mengatasi banjir dan kemacetan, tetapi tinggal janji tanpa realisasi nyata. Masalah banjir dan kemacetan lalu lintas hanya diatasi secara parsial.
Jakarta merupakan provinsi kaya. Hal itu tecermin dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada 2024, APBD Jakarta sekitar Rp 85 triliun. Pada 2025, APBD meningkat menjadi Rp 91 triliun.
Dengan dana sebesar itu, Pemerintah Provinsi Jakarta bisa melakukan banyak hal. Apalagi, pembangunan Jakarta sebagai pusat ekonomi ditopang peran dan dukungan sektor swasta.
Dalam mengatasi banjir dan kemacetan lalu lintas, Jakarta tidak bisa berdiri sendiri. Sinkronisasi program, kerja sama, dan koordinasi harus dilakukan bersama Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Selama ini, koordinasi dengan kota-kota itu tidak bisa berjalan baik. Ada peran Jawa Barat dan Banten yang memperpanjang rantai birokrasi.
Warga Jakarta telah memutuskan untuk memilih pasangan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai gubernur dan wakil gubernur. Kita tunggu gebrakan Mas Pram dan Bang Doel dalam menyelesaikan dan menuntaskan masalah klasik Jakarta ini.
Margonda Raya, Depok