Mode keberlanjutan diprediksi masih akan menjadi perhatian dunia mode Indonesia.
Oleh
Soelastri Soekirno dan Riana A Ibrahim
·5 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Beragam jenis pakaian berbahan alam dipajang dalam sebuah gerai di Plaza Indonesia, Jakarta, Sabtu (21/12/2019). Setiap item pakaian di sana dapat dimiliki pengunjung dengan cara menukarkan baju bekas.
Pandemi yang masih berlangsung sepanjang 2021 ini, sekali lagi, mempercepat perubahan di berbagai sektor. Mode merupakan salah satu yang terdampak dan terus mencari bentuk. Transformasi mode tak hanya sebatas siluet atau padu padan busana. Nilai dan tujuan dari industri mode pun turut beralih.
Tren mode selalu menarik untuk diamati. Ini pula yang memacu berbagai rumah mode dan desainer memproduksi aneka baju berbeda untuk tiap musim atau tiap perayaan hari besar. Konsumen pun menyambut dengan membeli yang mengakibatkan perputaran industrinya kian cepat. Tanpa disadari perputaran mode yang cepat berdampak pada bumi yang ditinggali.
Spirit slow fashion yang lekat dengan mode berkelanjutan terus digaungkan, tapi tak semudah itu dilaksanakan. Hingga pandemi memaksa semua orang berada di rumah. Industri mode lesu. Orang-orang tidak antusias mengikuti tren mode. Toh, mau dipakai ke mana juga?
Data dari Global Fashion Index yang dikeluarkan McKinsey pada akhir 2021 menunjukkan penurunan revenue lebih dari 20 persen di sektor mode. Kondisi ini diprediksi belum akan membaik hingga kuartal III-2022. Menurunnya pembelian pakaian baru menjadi salah satu alasan. Gerakan slow fashion dan mode berkelanjutan menjadi cepat bergulir karena pandemi.
Konsultan gaya Khairiyyah Sari pada webinar bertajuk ”Road To Weekend Festival” yang diadakan harian Kompas pada Rabu (22/12/2021) mengingatkan, perubahan di industri mode ini menegaskan pelaku industri tak bisa lagi semata mengejar keuntungan tanpa peduli kepada alam, pekerja, hingga lingkungan sekitar.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Beragam jenis pakaian berbahan alam dipajang dalam sebuah gerai di Plaza Indonesia, Jakarta, Sabtu (21/12/2019). Setiap item pakaian di sana dapat dimiliki pengunjung dengan cara menukarkan baju bekas.
Sari mengatakan, fashion berkelanjutan sesungguhnya memiliki empat agenda, yakni sosial, ekonomi, ekologi, dan kultural. Hal ini yang belum dipahami para pelaku industri mode. ”Fashion berkelanjutan tak hanya memakai material yang ramah lingkungan. Bukan yang penting gue pakai bahan dari material bambu, lalu dianggap sudah brand pengusung sustainable fashion,” ujar Sari.
Hal ini disepakati Direktur Purana Indonesia Nonita Respati yang juga hadir dalam webinar. Banyak jenama yang kini telah mengusung mode berkelanjutan. Bahkan, pada tataran global, sebuah jenama atau karya mode patut memiliki hal untuk disuarakan dan nilai yang ingin disampaikan. Para konsumen pun menjadi kritis. Mereka membeli pakaian, bukan sekadar ikut tren atau hanya agar terlihat apik, melainkan juga sebagai sarana menyuarakan sikap mereka.
Sesuai dengan empat agenda yang disinggung Sari, berkelanjutan tak hanya dari material. Akan tetapi, nasib pekerjanya beserta hak, pemberdayaan perempuan dan keamanan bekerja, pola daur ulang, tanggung jawab sosial, dan berbagai hal yang harus dipenuhi oleh sebuah jenama atau rumah mode untuk bisa memenuhi kriteria mode berkelanjutan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Instalasi pakaian bekas dalam Pameran ”Bumi Rumah Kita” inisiatif Sejauh Mata Memandang di Senayan City, Jakarta, Kamis (3/6/2021). Daur ulang sampah tekstil sebagai hasil limbah industri fashion menjadi perhatian khusus Sejauh Mata Memandang.
Ia menyebut ada sebuah toko busana di Brasil yang setiap bulan menggunakan keuntungan perusahaan untuk menanam pohon di sebuah daerah. Bahkan di busana yang mereka jual, ada barcode agar pembeli bisa mengecek web yang melaporkan pelaksanaan kampanye fashion berkelanjutan yang mereka lakukan. Tak hanya itu, toko tersebut juga menjualkan produk barang rajut karya perempuan di sebuah wilayah untuk menujukkan tanggung jawab sosialnya.
”Orang sudah mulai mengulik transparansi. Ada warga sangat marah ketika tahu ada pekerja perusahaan fashion tak dibayar dengan layak, tempat kerja mereka juga harus nyaman. Sekarang hal itu menjadi poin sangat penting dan jadi satu kesatuan,” kata Noni.
Di Indonesia, sejumlah jenama telah menerapkan empat agenda ini selama bertahun-tahun. Hanya saja, peminatnya terbatas karena tingginya harga. Menurut Noni, sebenarnya industri fashion berkelanjutan tak harus mahal jika pelaku industrinya mau bergerilya mencari bahan langsung ke industri kain rayon misalnya.
Di sisi lain, tren menggunakan busana bekas yang menjamur juga bisa menjadi pilihan dari gerakan slow-fashion dan mode berkelanjutan. ”Sebenarnya, kan, sudah ada yang belajar dari rumah juga. Seperti ibu yang selalu bilang ke gue untuk memakai baju miliknya untuk acara tertentu daripada beli baru,” ungkap Sari.
Berputar
Apabila dicermati tren memang berputar. Pakaian mama atau nenek yang pernah in pada zamannya kembali lagi di masa kini. Hanya tinggal kemampuan padu padan yang membuatnya terasa segar. Ditambah lagi, siluet pakaian longgar dan nyaman masih akan bertahan sehingga tinggal memutar otak untuk memodifikasi agar lebih asyik dipakai keluar rumah.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Mortier mendaur ulang tutup botol menjadi pot tanaman dalam Pameran ”Bumi Rumah Kita” inisiatif Sejauh Mata Memandang di Senayan City, Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Mode berkelanjutan bukan hanya pekerjaan rumah bagi para pelaku industri, tapi juga konsumennya. Tak gengsi mengenakan pakaian lawas dan memberikan kehidupan kedua pada pakaian tak terpakai dapat mengurangi limbah tekstil yang sudah mencapai 4 juta ton dan menjadi penyumbang terbesar limbah global.
Sejumlah yayasan telah bergerak untuk membantu para pencinta fashion ikut mendukung mode berkelanjutan. Tahun 2018, penyanyi Andien Aisyah mendirikan Yayasan Setali Indonesia untuk mengajak orang menyumbangkan baju bekas mereka. Baju itu dipilah oleh tim yayasan, ada yang bisa langsung dijual dengan harga murah, dan ada yang akan dipermak sebelum dijual. Ada juga yang diubah modelnya atau dibentuk menjadi tas dan topi.
Setali Indonesia rutin mengadakan bazar baju di berbagai tempat. Peminatnya Sebagian besar anak muda yang tak merasa malu memakai baju bekas pakai orang lain.
Sementara Zero Waste yang pada tahun 2019 fokus mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah tekstil kerap mengadakan program #tukarbaju dengan produsen baju yang sudah memakai bahan ramah lingkungan karena terbuat dari serat pohon yang diolah secara organik seperti yang dijual oleh toko Ease di Plaza Indonesia. Harga baju di sana memang relatif lebih mahal daripada yang terbuat dari rayon, sebab bahan yang mereka pakai bisa terurai ke tanah dalam tempo tak sampai setahun. Manajemen toko tersebut juga membuka toko di Singapura. Dagangannya lebih cepat terjual dibanding di Indonesia, tetapi sayang, pandemi korona membuat toko itu untuk sementara tutup.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Beragam jenis pakaian berbahan alam dipajang dalam sebuah gerai di Plaza Indonesia, Jakarta, Sabtu (21/12/2019). Setiap item pakaian di sana dapat dimiliki pengunjung dengan cara menukarkan baju bekas.
Salah satu pelaku industri fashion yang juga membuat baju dari bahan kain daur ulang adalah Sejauh Mata Memandang. Dalam pameran instalasi Bumi Rumah Kita di Mal Senayan City Jakarta pada Mei 2021 lalu, Sejauh Mata Memandang memamerkan produk blus dan syal dari tekstil hasil daur ulang. Selain itu, juga ada beberapa perusahaan daur ulang sampah tekstil menampilkan pekerjaan dan karya yang mereka hasilkan.
Menilik akibat pandemi yang terjadi, mode berkelanjutan semakin dipilih. Kesadaran untuk tampil cakep tanpa membuat pekerja di balik layar dan bumi merana akhirnya tumbuh meski butuh untuk disempurnakan. Ini yang akan terus bergema bertahun-tahun ke depan, tak hanya pada 2022.