Sektor ”Agritech” Jadi Incaran Perusahaan Modal Ventura
Sektor teknologi pertanian atau ”agritech” menjadi incaran perusahaan modal ventura. Sejumlah potensi yang dimiliki Indonesia, seperti sumber daya alam serta penduduk dan pasar yang besar, menjadi daya tariknya.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
KOMPAS/Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumba Tengah
Alat mesin pertanian jenis traktor sedang beroperasi di lahan food estate milik petani di Sumba Tengah.
JAKARTA, KOMPAS — Usaha-usaha rintisan di sektor teknologi pertanian atau agritech di Indonesia menjadi incaran perusahaan modal ventura untuk menanamkan modalnya. Indonesia dinilai memiliki keunggulan geografis yang potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu, Indonesia juga memiliki penduduk dan pasar potensial yang besar.
Co-Founder & Co-Managing Partner at Northstar Group Sidharta Prawira Oetama mengatakan, sektor agroteknologi di Indonesia sangat menarik. Indonesia memiliki jumlah petani dan jumlah pembudidaya ikan yang besar. Sebagian besar dari mereka belum tersentuh teknologi.
”Ada permasalahan pertanian dan budidaya perikanan yang bisa kita tawarkan solusinya dengan teknologi. Jumlah petani dan pembudidaya ikan ini sangat banyak,” ujar Sidharta saat bertemu dengan wartawan, Rabu (12/1/2022).
Ia menjelaskan, sektor ini bisa menjadi keunggulan Indonesia yang tak dimiliki negara lain. Sebab, Indonesia memiliki lahan pertanian yang lebih luas dibandingkan dengan beberapa negara lain. Selain itu, Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Keduanya adalah anugerah yang tak dimiliki negara lain.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Co-Founder & Co-Managing Partner at Northstar Group Sidharta Prawira Oetama.
Selain itu, kebutuhan pangan di masa mendatang diyakini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. ”Perusahaan agritech ini bisa memberikan solusi untuk potensi permasalahan pangan yang mungkin terjadi di masa mendatang,” ujar Sidharta.
Hal senada juga dikemukakan oleh Managing Partner Jungle Venture David Gowdey. Ia menjelaskan, tahun ini pihaknya akan banyak memperhatikan sektor agroteknologi. Seperti halnya teknologi finansial (tekfin), kata dia, ada banyak model bisnis yang bisa dikembangkan di teknologi pertanian.
”Jenis-jenis agritech ini sangat beragam, bisa akuakultur atau urban farming (pertanian perkotaan). Sektor ini sangat aktif dan menarik. Maka kami akan menambah portfolio investasi kami di sektor ini,” ujar David.
Apalagi saat terjadi pandemi seperti saat ini, kebutuhan pangan meningkat. Teknologi diharapkan memecahkan problem pemenuhan pangan dan menciptakan pangan berkelanjutan. Saat ini Jungle Ventures telah berinvestasi di sembilan perusahaan di Indonesia, yakni Kredivo, Hypefast, Sociolla, Evermos, Vida, Sweetescape, Waresix, RedDoorz, dan Desty.
Investasi terbaru Northstar Group di bidang agroteknologi adalah dengan berpartisipasi dalam penambahan modal 90 juta dollar AS di perusahaan rintisan budidaya perikanan eFishery. Usaha rintisan ini memperoleh pendanaan Seri C untuk ekspansi bisnis, antara lain, untuk memperbanyak jumlah pembudidaya ikan yang tergabung dalam ekosistem eFishery.
Suntikan modal ke eFishery itu dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, dan Sequoia Capital India. Selain itu, ada juga investor lain, yakni Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners.
”Indonesia adalah negara maritim besar yang memiliki garis pantai pantai terpanjang di dunia. Artinya, kita punya potensi yang sangat besar di bidang perikanan dan budidaya perikanan. Pendanaan ini untuk ekspansi lebih lanjut membawa pembudidaya ikan masuk dalam ekosistem digital,” ujar Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) eFishery Gibran Huzaifah.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Pendiri yang juga Chief Executive Officer (CEO) eFishery Gibran Huzaifah (tengah) berfoto bersama Dewan Komisaris eFishery Aldi Haryopratomo (kanan) dan Co-Founder & Co-Managing Partner at Northstar Group (kiri) Sidharta Prawira Oetama dalam acara jumpa media, Rabu (12/1/2021). EFishery merupakan perusahaan rintisan akuakultur atau budidaya perikanan pertama di Indonesia.
Menurut Gibran, modal itu akan digunakan untuk meningkatkan layanan platform sehingga bisa berekspansi menambah jumlah pembudidaya ikan yang tergabung dalam ekosistem itu. Ia mengatakan, saat ini sudah ada 30.000 pembudidaya ikan dengan 100.000 kolam budidaya ikan di 24 provinsi yang bergabung dalam ekosistem eFishery.
Suntikan dana tambahan dari investor itu akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan bisnis mereka 3-3,5 kali lipat pada 2022. Adapun jumlah pembudidaya ikan di Indonesia itu diperkirakan sekitar 3,5 juta orang.
”Jika sepertiga jumlahnya atau sekitar 1 juta pembudidaya ikan tergabung di eFishery saja itu sudah luar biasa sekali. Itu target kami di tahun-tahun mendatang,” ujar Gibran.
Didirikan 2013, saat ini eFishery dinilai mendisrupsi usaha budidaya ikan konvensional melalui platform digital di Google Play. EFishery memberikan layanan pakan ikan dengan teknologi robot agar ikan bisa lebih rutin dan terjadwal menerima pakan yang sudah tersistem.
Selain itu, eFishery juga memberikan pendanaan kepada pembudidaya ikan bayar nanti (paylater) bernama Kabayan (Kasih, Bayar, Nanti). EFishery juga membantu menjembatani pembudidaya ikan kepada akses pasar.