JAKARTA, KOMPAS — Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menegaskan, masyarakat pengguna alat pembayaran QRIS tidak dibebani Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Pengenaan pajak QRIS dibebankan kepada penjual dan pengguna layanan transaksi di platform teknologi finansial. Pengamat menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen berpotensi membuat sejumlah harga barang meningkat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu, dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Minggu (22/12/2024), menyampaikan, dampak penyesuaian PPN 12 persen tidak akan dirasakan masyarakat yang menggunakan QRIS (Quick Response Indonesian Standard) untuk melakukan pembelian.
QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi.
”Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer,” kata Febrio.
KOMPASKepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu di Nusa Dua, Badung, Kamis (26/5/2022).
Adapun, seperti sebelumnya, PPN dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan fintech, termasuk QRIS. PPN atas transaksi via QRIS juga dibebankan kepada merchant. Aturan ini berjalan sejak tahun 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.
”Jadi, dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS,” ucapnya.
Dalam ilustrasi yang disampaikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dijelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli, melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.
Dicontohkan, si A mengisi ulang (top up) uang elektronik senilai Rp 1.000.000. Biaya top up misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut: 11 persen dari Rp 1.500 adalah Rp 165. Dengan kenaikan PPN 12 persen, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut: 12 persen dari Rp1.500 adalah Rp 180. Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1 persen adalah Rp 15.
KOMPAS/ PriyombodoPelanggan melakukan pembayaran dengan menggunakan QRIS di warung tegal atau warteg Agung 2 di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024). Pelaku usaha kecil menyambut baik kebijakan penghapusan piutang UMKM oleh Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat, sejak adanya pajak yang dibebankan ke merchant melalui tarif jasa merchant discount rate (MDR), sebagian merchant atau penjual justru mengalihkan beban itu kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual.
”Kita tahu, merchant juga tidak akan mau menanggung beban MDR plus PPN-nya ini. Ketika tarif PPN meningkat, ya, harga yang dijual juga akan meningkat karena PPN merupakan variabel pembentuk harga,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/12/2024).
Dengan kenaikan PPN tahun depan, ia menilai, beban pajak itu tidak akan hanya ditanggung pedagang yang menggunakan QRIS untuk transaksi jual beli, tetapi juga kembali lagi ke konsumen. ”Bahkan, konsumen yang bayar pakai uang tunai daripada QRIS pun akan mengalami kenaikan harga. Apakah pemerintah bisa mengaturnya? Tentu saja tidak bisa,” kata Nailul.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menegaskan, masyarakat pengguna alat pembayaran QRIS tidak dibebani Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Pengenaan pajak QRIS dibebankan kepada penjual dan pengguna layanan transaksi di platform teknologi finansial. Pengamat menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen berpotensi membuat sejumlah harga barang meningkat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu, dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Minggu (22/12/2024), menyampaikan, dampak penyesuaian PPN 12 persen tidak akan dirasakan masyarakat yang menggunakan QRIS (Quick Response Indonesian Standard) untuk melakukan pembelian.
QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi.
”Transaksi melalui QRIS dan sejenisnya tidak menimbulkan beban PPN tambahan untuk customer,” kata Febrio.
KOMPASKepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu di Nusa Dua, Badung, Kamis (26/5/2022).
Adapun, seperti sebelumnya, PPN dikenakan atas transaksi yang memanfaatkan fintech, termasuk QRIS. PPN atas transaksi via QRIS juga dibebankan kepada merchant. Aturan ini berjalan sejak tahun 2022 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.
”Jadi, dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS,” ucapnya.
Dalam ilustrasi yang disampaikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dijelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli, melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.
Dicontohkan, si A mengisi ulang (top up) uang elektronik senilai Rp 1.000.000. Biaya top up misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut: 11 persen dari Rp 1.500 adalah Rp 165. Dengan kenaikan PPN 12 persen, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut: 12 persen dari Rp1.500 adalah Rp 180. Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1 persen adalah Rp 15.
KOMPAS/ PriyombodoPelanggan melakukan pembayaran dengan menggunakan QRIS di warung tegal atau warteg Agung 2 di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2024). Pelaku usaha kecil menyambut baik kebijakan penghapusan piutang UMKM oleh Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat, sejak adanya pajak yang dibebankan ke merchant melalui tarif jasa merchant discount rate (MDR), sebagian merchant atau penjual justru mengalihkan beban itu kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual.
”Kita tahu, merchant juga tidak akan mau menanggung beban MDR plus PPN-nya ini. Ketika tarif PPN meningkat, ya, harga yang dijual juga akan meningkat karena PPN merupakan variabel pembentuk harga,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/12/2024).
Dengan kenaikan PPN tahun depan, ia menilai, beban pajak itu tidak akan hanya ditanggung pedagang yang menggunakan QRIS untuk transaksi jual beli, tetapi juga kembali lagi ke konsumen. ”Bahkan, konsumen yang bayar pakai uang tunai daripada QRIS pun akan mengalami kenaikan harga. Apakah pemerintah bisa mengaturnya? Tentu saja tidak bisa,” kata Nailul.