Ketua Mahkamah Agung terpilih Sunarto bersiap mengikuti konferensi pers di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (16/10/2024). Hakim Agung Sunarto terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung periode 2024-2029.
BEIJING, RABU — China menyatakan tidak akan pernah menafikan penggunaan kekuatan militer apabila terkait isu Taiwan. Meski demikian, kekuatan militer bukan ditujukan terhadap rakyat Taiwan, melainkan ”kekuasaan asing” dan ”sejumlah kecil separatis” Taiwan.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Kantor Urusan Taiwan di China, Rabu (16/10/2024). ”Kami bersedia memperjuangkan prospek penyatuan damai dengan ketulusan dan upaya terbaik. Namun, kami tidak pernah berkomitmen meninggalkan penggunaan kekuatan (militer),” kata juru bicara Kantor Urusan Taiwan di China, Chen Binhua, saat pengarahan pers harian di Beijing.
Pernyataan itu menyusul latihan perang skala besar yang digelar China di sekeliling Taiwan pada Senin bersandi Pedang Gabungan 2024B atau ”Joint Sword-2024B”. Dalam latihan tersebut, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengepung perairan Taiwan di sembilan titik. China menyebut latihan militer satu hari tersebut sebagai peringatan terhadap tindakan separatis.
Latihan perang digelar terkait pidato Presiden Taiwan William Lai Ching-te pada perayaan hari nasional Taiwan di Taipei, Kamis (10/10/2024). Lai antara lain mengatakan, ”Republik Rakyat China tidak berhak mewakili Taiwan, tetapi Taiwan bersedia bekerja sama dengan Beijing untuk memerangi tantangan seperti perubahan iklim.”
Menurut pejabat Taiwan, pernyataan tersebut disampaikan Presiden Lai dengan nada tegas dan mendamaikan sebagai wujud niat baik terhadap Beijing. Akan tetapi, pidato tersebut justru menuai kecaman dari Beijing.
Chen menyatakan, Lai melalui pidatonya menunjukkan sikap keras kepala seorang separatis. ”Tidak peduli berapa banyak pasukan Taiwan dan berapa banyak senjata yang mereka punyai, dan tidak peduli apakah kekuatan eksternal campur tangan atau tidak jika (Taiwan) berani mengambil risiko, mereka akan menuju kehancurannya sendiri,” ujarnya.
Menurut Chen, setelah latihan militer pada Senin, kemungkinan latihan lebih lanjut di sekitar Taiwan sangat terbuka, tergantung tingkat provokasi. ”Tindakan kami untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial tidak akan berhenti saat ini,” kata Chen.
China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Sementara Taiwan menolak klaim China tersebut, dan menyatakan hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka.
Sementara media milik Pemerintah China, Rabu, melaporkan, Presiden Xi Jinping tiba di Pulau Dongshan di Provinsi Fujian pada Selasa. Pulau itu menghadap ke arah Taiwan. Pada 1953, China meredam upaya invasi di pulau itu oleh militer yang berbasis di Taiwan.
People’s Daily menyebutkan, Xi berada di Pulau Dongshan untuk mempelajari upaya revitalisasi perdesaan dan ”mewariskan gen merah” serta memperkuat perlindungan warisan budaya.
Tindakan kami untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial tidak akan berhenti saat ini.
Bumerang
Menanggapi aksi China, Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan Tsai Ming-yen kepada wartawan, Rabu, mengatakan, latihan militer China menjadi bumerang. Dunia internasional, terutama Amerika Serikat, mengecam latihan militer tersebut. ”Latihan militer komunis China menciptakan efek negatif. Masyarakat internasional lebih mendukung Taiwan,” katanya.
Tsai menambahkan, Pemerintah Taiwan tetap waspada terhadap tindakan militer China lebih lanjut. ”Kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan apa pun,” ujarnya.
Selama lima tahun terakhir, China hampir setiap hari mengirim kapal perang dan pesawat tempur ke wilayah perairan dan udara di sekitar Taiwan. Pada Rabu pagi, melalui pembaruan harian tentang aktivitas China dalam 24 jam terakhir, Kementerian Pertahanan Taiwan telah mendeteksi 22 pesawat militer China dan lima kapal Angkatan Laut China di sekitar Taiwan.
Ketegangan China-Taiwan berawal dari sejarah masa awal pendirian negara China pada permulaan abad ke-20. Seperti dikutip dari laporan kompas.id edisi 27 Juni 2024, revolusi bertujuan meruntuhkan sistem monarki China yang telah berumur ribuan tahun dan menggantinya dengan negara modern bernama Republik China.
Negara baru tersebut dijalankan Partai Kuomintang yang berhaluan nasionalis di bawah pimpinan Dr Sun Yat Sen. Namun, Kuomintang bukan pemain tunggal. Muncul pemain lain, yaitu Partai Komunis China.
Dalam situasi pascarevolusi yang tidak stabil, Partai Komunis memperoleh momentumnya. Partai ini tumbuh pesat menjadi kekuatan politik besar di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Perebutan pengaruh antara Kuomintang dan Partai Komunis tak terelakkan.
Puncaknya adalah revolusi kedua pada tahun 1949 yang berakhir dengan kemenangan Partai Komunis dan berdirinya negara Republik Rakyat China yang dikenal sekarang. Kuomintang di bawah kepemimpinan Chiang Kai Shek melarikan diri ke pulau kecil di sebelah tenggara China bernama Formosa atau Taiwan sekarang. Latar belakang sejarah tersebut membuat China selalu menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan bertekad menyatukannya dengan China. (REUTERS)
Ketua Mahkamah Agung terpilih Sunarto bersiap mengikuti konferensi pers di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (16/10/2024). Hakim Agung Sunarto terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung periode 2024-2029.
BEIJING, RABU — China menyatakan tidak akan pernah menafikan penggunaan kekuatan militer apabila terkait isu Taiwan. Meski demikian, kekuatan militer bukan ditujukan terhadap rakyat Taiwan, melainkan ”kekuasaan asing” dan ”sejumlah kecil separatis” Taiwan.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Kantor Urusan Taiwan di China, Rabu (16/10/2024). ”Kami bersedia memperjuangkan prospek penyatuan damai dengan ketulusan dan upaya terbaik. Namun, kami tidak pernah berkomitmen meninggalkan penggunaan kekuatan (militer),” kata juru bicara Kantor Urusan Taiwan di China, Chen Binhua, saat pengarahan pers harian di Beijing.
Pernyataan itu menyusul latihan perang skala besar yang digelar China di sekeliling Taiwan pada Senin bersandi Pedang Gabungan 2024B atau ”Joint Sword-2024B”. Dalam latihan tersebut, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengepung perairan Taiwan di sembilan titik. China menyebut latihan militer satu hari tersebut sebagai peringatan terhadap tindakan separatis.
Latihan perang digelar terkait pidato Presiden Taiwan William Lai Ching-te pada perayaan hari nasional Taiwan di Taipei, Kamis (10/10/2024). Lai antara lain mengatakan, ”Republik Rakyat China tidak berhak mewakili Taiwan, tetapi Taiwan bersedia bekerja sama dengan Beijing untuk memerangi tantangan seperti perubahan iklim.”
Menurut pejabat Taiwan, pernyataan tersebut disampaikan Presiden Lai dengan nada tegas dan mendamaikan sebagai wujud niat baik terhadap Beijing. Akan tetapi, pidato tersebut justru menuai kecaman dari Beijing.
Chen menyatakan, Lai melalui pidatonya menunjukkan sikap keras kepala seorang separatis. ”Tidak peduli berapa banyak pasukan Taiwan dan berapa banyak senjata yang mereka punyai, dan tidak peduli apakah kekuatan eksternal campur tangan atau tidak jika (Taiwan) berani mengambil risiko, mereka akan menuju kehancurannya sendiri,” ujarnya.
Menurut Chen, setelah latihan militer pada Senin, kemungkinan latihan lebih lanjut di sekitar Taiwan sangat terbuka, tergantung tingkat provokasi. ”Tindakan kami untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial tidak akan berhenti saat ini,” kata Chen.
China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Sementara Taiwan menolak klaim China tersebut, dan menyatakan hanya rakyat Taiwan yang berhak menentukan masa depan mereka.
Sementara media milik Pemerintah China, Rabu, melaporkan, Presiden Xi Jinping tiba di Pulau Dongshan di Provinsi Fujian pada Selasa. Pulau itu menghadap ke arah Taiwan. Pada 1953, China meredam upaya invasi di pulau itu oleh militer yang berbasis di Taiwan.
People’s Daily menyebutkan, Xi berada di Pulau Dongshan untuk mempelajari upaya revitalisasi perdesaan dan ”mewariskan gen merah” serta memperkuat perlindungan warisan budaya.
Tindakan kami untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial tidak akan berhenti saat ini.
Bumerang
Menanggapi aksi China, Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan Tsai Ming-yen kepada wartawan, Rabu, mengatakan, latihan militer China menjadi bumerang. Dunia internasional, terutama Amerika Serikat, mengecam latihan militer tersebut. ”Latihan militer komunis China menciptakan efek negatif. Masyarakat internasional lebih mendukung Taiwan,” katanya.
Tsai menambahkan, Pemerintah Taiwan tetap waspada terhadap tindakan militer China lebih lanjut. ”Kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan apa pun,” ujarnya.
Selama lima tahun terakhir, China hampir setiap hari mengirim kapal perang dan pesawat tempur ke wilayah perairan dan udara di sekitar Taiwan. Pada Rabu pagi, melalui pembaruan harian tentang aktivitas China dalam 24 jam terakhir, Kementerian Pertahanan Taiwan telah mendeteksi 22 pesawat militer China dan lima kapal Angkatan Laut China di sekitar Taiwan.
Ketegangan China-Taiwan berawal dari sejarah masa awal pendirian negara China pada permulaan abad ke-20. Seperti dikutip dari laporan kompas.id edisi 27 Juni 2024, revolusi bertujuan meruntuhkan sistem monarki China yang telah berumur ribuan tahun dan menggantinya dengan negara modern bernama Republik China.
Negara baru tersebut dijalankan Partai Kuomintang yang berhaluan nasionalis di bawah pimpinan Dr Sun Yat Sen. Namun, Kuomintang bukan pemain tunggal. Muncul pemain lain, yaitu Partai Komunis China.
Dalam situasi pascarevolusi yang tidak stabil, Partai Komunis memperoleh momentumnya. Partai ini tumbuh pesat menjadi kekuatan politik besar di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Perebutan pengaruh antara Kuomintang dan Partai Komunis tak terelakkan.
Puncaknya adalah revolusi kedua pada tahun 1949 yang berakhir dengan kemenangan Partai Komunis dan berdirinya negara Republik Rakyat China yang dikenal sekarang. Kuomintang di bawah kepemimpinan Chiang Kai Shek melarikan diri ke pulau kecil di sebelah tenggara China bernama Formosa atau Taiwan sekarang. Latar belakang sejarah tersebut membuat China selalu menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan bertekad menyatukannya dengan China. (REUTERS)