Sertifikasi guru pertama kali digagas pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai amanat Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) Nomor 14 Tahun 2005. Alasannya, semula lebih karena pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan guru sambil dibarengi peningkatan kompetensi secara profesional.
Berdasarkan UUGD Pasal 2 Ayat (1), seorang guru profesional dibuktikan melalui kepemilikan sertifikat pendidik. Pada Pasal 11 Ayat (2), sertifikasi diselenggarakan melalui model pendidikan profesi oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan guru, terakreditasi, dan ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya dijelaskan di Pasal 8, guru wajib memiliki sertifikat pendidik. Kemudian ditegaskan pada Pasal 82 Ayat (2), guru yang belum bersertifikat pendidik wajib memenuhi persyaratan tersebut paling lama 10 tahun sejak UUGD diberlakukan.
Hingga kini, masih ada 1.630.061 guru dalam jabatan yang belum tersertifikasi, dengan perincian mereka yang diangkat sebagai guru terhitung mulai tanggal (TMT) sebelum 2015 berjumlah 944.168 guru dan TMT setelah 2015 berjumlah 685.893 guru.
Pertanyaannya, bagaimana kita menyikapi fenomena 3,37 juta guru Indonesia yang mengajar di sekolah, di mana hampir setengahnya dinyatakan tidak profesional karena belum tersertifikasi?