Bagaimana sejarah kopi dan kedai kopi pertama di Indonesia?
Sejarah kedai kopi di Indonesia tak bisa lepas dari awal mula masuknya kopi ke Indonesia. Dikutip dari buku Peluang Usaha IKM Kopi yang diterbitkan Kementerian Perindustrian, budaya minum kopi di Indonesia tumbuh sebagai kebiasaan sejak zaman penjajahan Belanda.
Saat itu, Belanda menanam kopi secara besar-besaran melalui program tanam paksa. Kopi di Indonesia pertama kali dibawa oleh pria berkebangsaan Belanda sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arab.
Belanda mulai mendirikan perkebunan kopi pertama di daerah Priangan, Jawa Barat. Namun, beberapa tahun setelahnya, pengembangan kopi mulai dilakukan hampir di seluruh Pulau Jawa dan wilayah lainnya, seperti Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Kepulauan Timor.
Seiring dengan perkembangan, masyarakat Indonesia menjadi gemar minum kopi. Namun, industri kopi mengalami pasang surut. Kopi arabika mendapat serangan penyakit karat daun.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendatangkan kopi jenis robusta pada 1900. Kopi jenis ini ternyata lebih tahan terhadap penyakit serta memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang lebih ringan, dengan hasil produksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kopi arabika.
KOMPAS/VINA OKTAVIASeorang warga mengecek biji kopi yang sudah di-roasting di Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, Kamis (4/7/2024).
Dikutip dari buku Warung Tinggi Coffee yang ditulis oleh Rudy Wijaya, kedai kopi pertama di Indonesia berdiri di Batavia pada 1878. Liaw Tek Soen, seorang saudagar asal China, menjadi pendirinya.
Kedai kopi ini lebih tepat disebut warung nasi yang menjual kopi. Warung nasi tersebut berlokasi di Molenvliet Oost (sekarang berubah nama, yakni Jalan Hayam Wuruk 56/57). Banyak orang yang mengenal warung nasi tersebut sebagai Warung Tinggi karena letak lokasinya yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya.
Awalnya, usaha kopi hanya menjadi sampingan di warung nasi milik Liauw Tek Soen. Baru di tangan Liauw Tek Siong, kopi dijadikan bisnis utama. Pada 1927, Liauw Tek Siong mendirikan pabrik sederhana bernama Tek Soen Hoo Eerste Weltevredensche Koffiebranderij atau orang mengenalnya dengan Toko Tek Soen.
Pabrik pengolah kopi pertama tersebut berlokasi di Weltevreden (sekitar Sawah Besar, Jakarta Pusat). Di tangan Tek Siong, toko kopi tersebut melebar ke berbagai kalangan penduduk, seperti orang Tionghoa, Belanda, Arab, dan Jepang. Bertahun-tahun kemudian, warung-warung kopi pun bermunculan di berbagai daerah di Indonesia.
Bagaimana perkembangan bisnis kopi di Indonesia dan dunia?
Dalam perkembangannya, bisnis kopi memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan, kultur peminum kopi yang masif secara organik menciptakan tren kopi. Peminat yang menggemari aktivitas minum kopi masih tetap bertambah, baik minum kopi di kedai kopi sambil menikmati ruang sosial maupun minum kopi di rumah dengan menyeduhnya sendiri.
Statista mencatat, nilai pasar kopi instan dan sangrai, baik untuk konsumsi di rumah maupun di luar rumah, meningkat cukup signifikan dari 7 miliar dollar AS pada 2018 menjadi 10 miliar dollar AS pada 2023. Nilai pasar kopi tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada 2024 hingga 2028. Nilai pasar kopi Indonesia pada 2024 diperkirakan 11,1 miliar dollar AS dan pada 2028 bakal mencapai 15,2 miliar dollar AS.
Kopi sangrai juga akan terus mendominasi pasar kopi Indonesia ketimbang kopi instan. Nilai pasar kopi sangrai di Indonesia yang sebesar 5,5 miliar dollar AS pada 2018 diperkirakan bakal meningkat menjadi 8,3 miliar dollar AS pada 2024 dan 11,1 miliar dollar AS pada 2028.
Adapun nilai pasar kopi instan di Indonesia pada 2018 sebesar 1,5 miliar dollar AS. Pada 2024 dan 2028, nilai pasarnya diproyeksikan bakal naik masing-masing menjadi 2,8 miliar dollar AS dan 4 miliar dollar AS.
Seiring peningkatan nilai pasar kopi tersebut, kedai kopi juga semakin berkembang. Asosiasi Pengusaha Kopi dan Cokelat Indonesia (APKCI) memperkirakan, pada 2023 jumlah kedai kopi di Indonesia mencapai 10.000 dengan pendapatan dari bisnis kedai kopi diperkirakan akan mencapai Rp 80 triliun.
Tak hanya di Indonesia, industri kopi dunia juga tumbuh dan menawarkan peluang yang menjanjikan bagi pelaku bisnis di berbagai level. Dengan pasar yang terus berkembang, diversifikasi produk, tren kewirausahaan, dan peningkatan kesadaran akan kesehatan serta lingkungan, bisnis kopi menjadi salah satu sektor yang menarik.
Berdasarkan data International Coffee Organization, industri kopi dunia pada 2024 masih akan tumbuh dengan baik, mengikuti proyeksi ekonomi dunia yang bakal tumbuh di atas 3 persen. Selain itu, proyeksi konsumsi kopi dunia juga bakal tumbuh 2,2 persen menjadi 177 juta kantong pada tahun ini.
Mengapa bisnis kafe dan kedai kopi kian menjadi tren saat ini?
Minuman kopi dalam beberapa tahun terakhir kian meningkat popularitasnya. GoodStats dalam hasil survei ”Pola Konsumsi Kopi Orang Indonesia di Tahun 2024” menyebutkan sebanyak 37 persen masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi kopi setidaknya dua kali dalam sehari.
Tingginya konsumsi kopi berdampak pula dengan pola penyajiannya. Sebanyak 66 persen masyarakat Indonesia lebih menyukai membeli kopi dibandingkan dengan menyeduh kopi sendiri.
Minat minum kopi yang besar itulah yang membuat bisnis kedai, warung, atau kafe kopi bertumbuh. Menjadi suatu hal biasa melihat adanya kedai kopi klasik hingga modern di sejumlah kota.
Maraknya kafe dan kedai kopi di Indonesia saat ini juga tak lepas dari hasil perubahan tren kopi seperti dipaparkan oleh Moelyono Soesilo dalam bukunya bertajuk Kopi Kita: Geliat, Hype, dan Karut-marut Masalahnya.
Dalam bukunya, Moelyono menyebutkan, kebanyakan penikmat kopi adalah kaum milenial, begitu pula pemilik kedai kopi banyak yang berasal dari kaum milenial. Maka, tak heran apabila kaum milenial dianggap telah mewarnai, bahkan mendominasi, tren kopi di Indonesia.
Anak-anak milenial inilah yang kemudian menjadi penggerak perkembangan kopi gelombang keempat. Gelombang kopi adalah sebuah kondisi atau momen ketika terjadinya perubahan besar dari segi bagaimana hubungan konsumen dengan kopi.
Tercatat sejak tahun 2016 gelombang keempat ditandai dengan ukuran pasar kedai kopi yang meningkat signifikan. Segudang merek kopi baru bermunculan, masing-masing membuka puluhan hingga ratusan cabang di berbagai kota.
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRASejak pagi, salah satu warung kopi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, telah dipenuhi pengunjung, Sabtu (20/7/2024).
Untuk menyasar segmen anak muda, para pelaku kedai kopi memulai coffee-to-go shop, yaitu kedai kecil yang menyediakan kopi siap minum (RTD) segar dengan harga terjangkau untuk dibawa pulang atau bepergian.
Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Fore, dan Tuku merupakan merek-merek yang dianggap sebagai pionir konsep coffee-to-go. Kehadiran platform transportasi GoFood dan GrabFood turut mendorong booming-nya konsep baru ini.
Sejalan dengan maraknya tawaran produk kopi siap minum berkualitas ala kafe oleh gerai coffee-to-go dengan harga yang lebih terjangkau, konsumen kopi pemula pun terus meningkat. Gelombang ini juga membawa lebih banyak inovasi, antara lain pada varian rasa produk kopi susu; kemudahan akses pembelian, seperti pemesanan melalui aplikasi, pengiriman menggunakan ride hailing, pembayaran melalui e-money, serta inovasi dalam strategi pemasaran, seperti pemasaran ritel progresif dan pemasaran lewat influencer.
Tren konsumen kopi di Indonesia juga terekam dalam laporan Higo Digital Manual 2024. Laporan ini menyebutkan, generasi Z dan Milenial memiliki tempat nongkrong favorit yang sama, yaitu coffee shop. Namun, Gen Z terbukti mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk memilih coffee shop dari milenial sebagai tempat untuk menghabiskan waktu dengan kerabat dan keluarganya.
Untuk menarik hati generasi Z dan milenial agar datang ke kedai kopi, perlu diciptakan rasa makanan dan minuman yang tidak hanya nikmat, tetapi juga ramah di kantong serta suasana kedai kopi yang nyaman dengan pelayanan yang ramah. Bagi Gen Z dan milenial, esensi coffee shop bukan hanya tentang membeli kopi, melainkan juga menciptakan lingkungan yang nyaman untuk berkumpul, bekerja, atau hanya sekadar untuk bersantai.
Dalam laporan yang sama juga disebutkan, meski kehadiran media sosial berperan penting untuk menarik perhatian, nyatanya pemasaran dari mulut ke mulut tetap jadi yang paling efektif untuk dilakukan. Mereka lebih percaya rekomendasi teman atau kerabat ketimbang hanya iklan yang mereka lihat.
Berdasarkan hasil survei, 92 persen konsumen percaya rekomendasi teman dan keluarga. Selain itu, 78 persen orang akan menceritakan pengalaman terbaru mereka kepada orang yang dikenal setidaknya seminggu sekali.
Sementara itu, varian kopi favorit yang paling sering dipesan saat nongkrong adalah kopi susu gula aren seperti diakui oleh 64,2 persen responden. Adapun long black disukai oleh 22,6 persen responden dan avocado coffee disukai oleh 13,2 persen. Kopi susu gula aren dan long black menjadi kegemaran para pria, sedangkan varian avocado coffee lebih disukai wanita.
Bagaimana tantangan membangun kafe dan kedai kopi?
Maraknya kafe dan kedai kopi tidak semuanya menampilkan kisah bahagia. Kenyataan di lapangan menunjukkan, banyak kafe dan kedai kopi yang buka setiap tahun, tetapi tidak sedikit pula yang tutup dalam waktu singkat. Berdasarkan data, tingkat kegagalan bisnis makanan dan minuman cukup tinggi, mencapai lebih dari 60 persen dalam tiga tahun pertama.
Hal itu menunjukkan, meskipun peluang ada, tantangan yang dihadapi bisnis kafe dan kedai kopi juga sangat besar. Tak hanya membutuhkan modal awal yang besar untuk memulai bisnisnya, mereka juga perlu memiliki persediaan produk yang siap pakai, mulai dari kopi sangrai hingga cangkir dan pengaduk. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa penjualan dapat menutup biaya secepat mungkin atau pemilik akan berisiko terlilit utang dengan cepat.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAHSuasana Warung Kopi Apek di pinggiran Sungai Musi, kawasan Pasar Sekanak, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (13/7/2024).
Di samping itu, banyak kafe atau kedai kopi yang didirikan di lokasi dengan tingkat pengunjung yang rendah, yang bisa berujung pada kegagalan. Kurangnya ketajaman bisnis turut pula mempersulit keadaan, sementara manajemen akan menentukan sukses atau tidaknya pengelolaan bisnisnya.
Karena popularitasnya, bisnis kafe dan kedai kopi juga menjadi incaran banyak pebisnis sehingga perlu memperhitungkan keunggulan para kompetitor sekaligus kelemahannya agar bisnis mampu bersaing dan terus berinovasi ke depan.
Di pasar kedai kopi yang kian kompetitif, konsistensi dan kualitas adalah hal yang paling penting bagi setiap kedai kopi yang ingin menghindari perangkap kegagalan dini, terutama kopi dan layanan pelanggan.
(Litbang Kompas)
Bagaimana sejarah kopi dan kedai kopi pertama di Indonesia?
Sejarah kedai kopi di Indonesia tak bisa lepas dari awal mula masuknya kopi ke Indonesia. Dikutip dari buku Peluang Usaha IKM Kopi yang diterbitkan Kementerian Perindustrian, budaya minum kopi di Indonesia tumbuh sebagai kebiasaan sejak zaman penjajahan Belanda.
Saat itu, Belanda menanam kopi secara besar-besaran melalui program tanam paksa. Kopi di Indonesia pertama kali dibawa oleh pria berkebangsaan Belanda sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arab.
Belanda mulai mendirikan perkebunan kopi pertama di daerah Priangan, Jawa Barat. Namun, beberapa tahun setelahnya, pengembangan kopi mulai dilakukan hampir di seluruh Pulau Jawa dan wilayah lainnya, seperti Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Kepulauan Timor.
Seiring dengan perkembangan, masyarakat Indonesia menjadi gemar minum kopi. Namun, industri kopi mengalami pasang surut. Kopi arabika mendapat serangan penyakit karat daun.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendatangkan kopi jenis robusta pada 1900. Kopi jenis ini ternyata lebih tahan terhadap penyakit serta memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang lebih ringan, dengan hasil produksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kopi arabika.
KOMPAS/VINA OKTAVIASeorang warga mengecek biji kopi yang sudah di-roasting di Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, Kamis (4/7/2024).
Dikutip dari buku Warung Tinggi Coffee yang ditulis oleh Rudy Wijaya, kedai kopi pertama di Indonesia berdiri di Batavia pada 1878. Liaw Tek Soen, seorang saudagar asal China, menjadi pendirinya.
Kedai kopi ini lebih tepat disebut warung nasi yang menjual kopi. Warung nasi tersebut berlokasi di Molenvliet Oost (sekarang berubah nama, yakni Jalan Hayam Wuruk 56/57). Banyak orang yang mengenal warung nasi tersebut sebagai Warung Tinggi karena letak lokasinya yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya.
Awalnya, usaha kopi hanya menjadi sampingan di warung nasi milik Liauw Tek Soen. Baru di tangan Liauw Tek Siong, kopi dijadikan bisnis utama. Pada 1927, Liauw Tek Siong mendirikan pabrik sederhana bernama Tek Soen Hoo Eerste Weltevredensche Koffiebranderij atau orang mengenalnya dengan Toko Tek Soen.
Pabrik pengolah kopi pertama tersebut berlokasi di Weltevreden (sekitar Sawah Besar, Jakarta Pusat). Di tangan Tek Siong, toko kopi tersebut melebar ke berbagai kalangan penduduk, seperti orang Tionghoa, Belanda, Arab, dan Jepang. Bertahun-tahun kemudian, warung-warung kopi pun bermunculan di berbagai daerah di Indonesia.
Bagaimana perkembangan bisnis kopi di Indonesia dan dunia?
Dalam perkembangannya, bisnis kopi memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan, kultur peminum kopi yang masif secara organik menciptakan tren kopi. Peminat yang menggemari aktivitas minum kopi masih tetap bertambah, baik minum kopi di kedai kopi sambil menikmati ruang sosial maupun minum kopi di rumah dengan menyeduhnya sendiri.
Statista mencatat, nilai pasar kopi instan dan sangrai, baik untuk konsumsi di rumah maupun di luar rumah, meningkat cukup signifikan dari 7 miliar dollar AS pada 2018 menjadi 10 miliar dollar AS pada 2023. Nilai pasar kopi tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada 2024 hingga 2028. Nilai pasar kopi Indonesia pada 2024 diperkirakan 11,1 miliar dollar AS dan pada 2028 bakal mencapai 15,2 miliar dollar AS.
Kopi sangrai juga akan terus mendominasi pasar kopi Indonesia ketimbang kopi instan. Nilai pasar kopi sangrai di Indonesia yang sebesar 5,5 miliar dollar AS pada 2018 diperkirakan bakal meningkat menjadi 8,3 miliar dollar AS pada 2024 dan 11,1 miliar dollar AS pada 2028.
Adapun nilai pasar kopi instan di Indonesia pada 2018 sebesar 1,5 miliar dollar AS. Pada 2024 dan 2028, nilai pasarnya diproyeksikan bakal naik masing-masing menjadi 2,8 miliar dollar AS dan 4 miliar dollar AS.
Seiring peningkatan nilai pasar kopi tersebut, kedai kopi juga semakin berkembang. Asosiasi Pengusaha Kopi dan Cokelat Indonesia (APKCI) memperkirakan, pada 2023 jumlah kedai kopi di Indonesia mencapai 10.000 dengan pendapatan dari bisnis kedai kopi diperkirakan akan mencapai Rp 80 triliun.
Tak hanya di Indonesia, industri kopi dunia juga tumbuh dan menawarkan peluang yang menjanjikan bagi pelaku bisnis di berbagai level. Dengan pasar yang terus berkembang, diversifikasi produk, tren kewirausahaan, dan peningkatan kesadaran akan kesehatan serta lingkungan, bisnis kopi menjadi salah satu sektor yang menarik.
Berdasarkan data International Coffee Organization, industri kopi dunia pada 2024 masih akan tumbuh dengan baik, mengikuti proyeksi ekonomi dunia yang bakal tumbuh di atas 3 persen. Selain itu, proyeksi konsumsi kopi dunia juga bakal tumbuh 2,2 persen menjadi 177 juta kantong pada tahun ini.
Mengapa bisnis kafe dan kedai kopi kian menjadi tren saat ini?
Minuman kopi dalam beberapa tahun terakhir kian meningkat popularitasnya. GoodStats dalam hasil survei ”Pola Konsumsi Kopi Orang Indonesia di Tahun 2024” menyebutkan sebanyak 37 persen masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi kopi setidaknya dua kali dalam sehari.
Tingginya konsumsi kopi berdampak pula dengan pola penyajiannya. Sebanyak 66 persen masyarakat Indonesia lebih menyukai membeli kopi dibandingkan dengan menyeduh kopi sendiri.
Minat minum kopi yang besar itulah yang membuat bisnis kedai, warung, atau kafe kopi bertumbuh. Menjadi suatu hal biasa melihat adanya kedai kopi klasik hingga modern di sejumlah kota.
Maraknya kafe dan kedai kopi di Indonesia saat ini juga tak lepas dari hasil perubahan tren kopi seperti dipaparkan oleh Moelyono Soesilo dalam bukunya bertajuk Kopi Kita: Geliat, Hype, dan Karut-marut Masalahnya.
Dalam bukunya, Moelyono menyebutkan, kebanyakan penikmat kopi adalah kaum milenial, begitu pula pemilik kedai kopi banyak yang berasal dari kaum milenial. Maka, tak heran apabila kaum milenial dianggap telah mewarnai, bahkan mendominasi, tren kopi di Indonesia.
Anak-anak milenial inilah yang kemudian menjadi penggerak perkembangan kopi gelombang keempat. Gelombang kopi adalah sebuah kondisi atau momen ketika terjadinya perubahan besar dari segi bagaimana hubungan konsumen dengan kopi.
Tercatat sejak tahun 2016 gelombang keempat ditandai dengan ukuran pasar kedai kopi yang meningkat signifikan. Segudang merek kopi baru bermunculan, masing-masing membuka puluhan hingga ratusan cabang di berbagai kota.
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRASejak pagi, salah satu warung kopi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, telah dipenuhi pengunjung, Sabtu (20/7/2024).
Untuk menyasar segmen anak muda, para pelaku kedai kopi memulai coffee-to-go shop, yaitu kedai kecil yang menyediakan kopi siap minum (RTD) segar dengan harga terjangkau untuk dibawa pulang atau bepergian.
Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Fore, dan Tuku merupakan merek-merek yang dianggap sebagai pionir konsep coffee-to-go. Kehadiran platform transportasi GoFood dan GrabFood turut mendorong booming-nya konsep baru ini.
Sejalan dengan maraknya tawaran produk kopi siap minum berkualitas ala kafe oleh gerai coffee-to-go dengan harga yang lebih terjangkau, konsumen kopi pemula pun terus meningkat. Gelombang ini juga membawa lebih banyak inovasi, antara lain pada varian rasa produk kopi susu; kemudahan akses pembelian, seperti pemesanan melalui aplikasi, pengiriman menggunakan ride hailing, pembayaran melalui e-money, serta inovasi dalam strategi pemasaran, seperti pemasaran ritel progresif dan pemasaran lewat influencer.
Tren konsumen kopi di Indonesia juga terekam dalam laporan Higo Digital Manual 2024. Laporan ini menyebutkan, generasi Z dan Milenial memiliki tempat nongkrong favorit yang sama, yaitu coffee shop. Namun, Gen Z terbukti mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk memilih coffee shop dari milenial sebagai tempat untuk menghabiskan waktu dengan kerabat dan keluarganya.
Untuk menarik hati generasi Z dan milenial agar datang ke kedai kopi, perlu diciptakan rasa makanan dan minuman yang tidak hanya nikmat, tetapi juga ramah di kantong serta suasana kedai kopi yang nyaman dengan pelayanan yang ramah. Bagi Gen Z dan milenial, esensi coffee shop bukan hanya tentang membeli kopi, melainkan juga menciptakan lingkungan yang nyaman untuk berkumpul, bekerja, atau hanya sekadar untuk bersantai.
Dalam laporan yang sama juga disebutkan, meski kehadiran media sosial berperan penting untuk menarik perhatian, nyatanya pemasaran dari mulut ke mulut tetap jadi yang paling efektif untuk dilakukan. Mereka lebih percaya rekomendasi teman atau kerabat ketimbang hanya iklan yang mereka lihat.
Berdasarkan hasil survei, 92 persen konsumen percaya rekomendasi teman dan keluarga. Selain itu, 78 persen orang akan menceritakan pengalaman terbaru mereka kepada orang yang dikenal setidaknya seminggu sekali.
Sementara itu, varian kopi favorit yang paling sering dipesan saat nongkrong adalah kopi susu gula aren seperti diakui oleh 64,2 persen responden. Adapun long black disukai oleh 22,6 persen responden dan avocado coffee disukai oleh 13,2 persen. Kopi susu gula aren dan long black menjadi kegemaran para pria, sedangkan varian avocado coffee lebih disukai wanita.
Bagaimana tantangan membangun kafe dan kedai kopi?
Maraknya kafe dan kedai kopi tidak semuanya menampilkan kisah bahagia. Kenyataan di lapangan menunjukkan, banyak kafe dan kedai kopi yang buka setiap tahun, tetapi tidak sedikit pula yang tutup dalam waktu singkat. Berdasarkan data, tingkat kegagalan bisnis makanan dan minuman cukup tinggi, mencapai lebih dari 60 persen dalam tiga tahun pertama.
Hal itu menunjukkan, meskipun peluang ada, tantangan yang dihadapi bisnis kafe dan kedai kopi juga sangat besar. Tak hanya membutuhkan modal awal yang besar untuk memulai bisnisnya, mereka juga perlu memiliki persediaan produk yang siap pakai, mulai dari kopi sangrai hingga cangkir dan pengaduk. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa penjualan dapat menutup biaya secepat mungkin atau pemilik akan berisiko terlilit utang dengan cepat.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAHSuasana Warung Kopi Apek di pinggiran Sungai Musi, kawasan Pasar Sekanak, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (13/7/2024).
Di samping itu, banyak kafe atau kedai kopi yang didirikan di lokasi dengan tingkat pengunjung yang rendah, yang bisa berujung pada kegagalan. Kurangnya ketajaman bisnis turut pula mempersulit keadaan, sementara manajemen akan menentukan sukses atau tidaknya pengelolaan bisnisnya.
Karena popularitasnya, bisnis kafe dan kedai kopi juga menjadi incaran banyak pebisnis sehingga perlu memperhitungkan keunggulan para kompetitor sekaligus kelemahannya agar bisnis mampu bersaing dan terus berinovasi ke depan.
Di pasar kedai kopi yang kian kompetitif, konsistensi dan kualitas adalah hal yang paling penting bagi setiap kedai kopi yang ingin menghindari perangkap kegagalan dini, terutama kopi dan layanan pelanggan.