Reguler Article 100 Hari Kabinet Merah Putih Reguler Article

Pemerintah perlu menyadari 17 program prioritas pembangunan yang dicanangkan adalah sesuatu yang sulit dicapai semuanya dalam satu periode kekuasaan.

Oleh ICM Author

04 Feb 2025 13:50 WIB · Internasional

Menjelang 100 hari kerja Kabinet Merah Putih (KMP), Kompas menyajikan hasil survei kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran yang mencapai 80 persen. Meski demikian, secara psikologis dirasakan, Indonesia Emas yang dicanangkan terwujud di 2045 masih terlalu jauh dari jangkauan periode kekuasaannya.

Astacita yang menjadi pedoman misi itu juga masih terlalu luas cakupannya. Stabilitas politik yang kondusif dengan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi di bidang politik dan keamanan hendaknya dijadikan landasan memperjelas arah pembangunan lima tahun ke depan.

Sebanyak 17 program prioritas pembangunan yang dicanangkan tampaknya terlalu banyak untuk bisa diselesaikan dengan paripurna dalam waktu kurang dari lima tahun.

Dengan argumen bahwa Indonesia adalah negara yang besar dan beragam, Presiden membentuk 48 kementerian ditambah 56 wakil menteri kabinet yang dinamakan ”Merah Putih”. Kabinet yang lebih gemuk dari jumlah menteri di kabinet Amerika Serikat dan India yang jumlah penduduk dan luas wilayahnya jauh lebih besar dari Indonesia.

Kompromi politik sebagai keharusan mengakomodasi berbagai kepentingan subyektif demi stabilitas telah mengabaikan harapan yang besar terbentuknya ’zaken cabinet’.

Kompromi politik sebagai keharusan mengakomodasi berbagai kepentingan subyektif demi stabilitas telah mengabaikan harapan yang besar terbentuknya zaken cabinet yang digembar-gemborkan sebelum Prabowo Subianto dilantik pada 20 Oktober 2024. Wacana membentuk kabinet ahli yang profesional dengan rekam jejak integritas dan kompetensi seolah hanya ilusi kalangan intelektual belaka, bukan tuntutan rakyat pada umumnya.

Survei kepemimpinan nasional yang dirilis Kompas memperlihatkan tingkat pengenalan masyarakat terhadap para menteri KMP secara umum masih rendah dalam kurun waktu 100 hari.

Pamor menteri yang minimalis itu disebabkan kurangnya artikulasi di ruang publik akibat minimnya peran kinerja yang dapat ditampilkan. Kemampuan komunikasi publik yang rendah dapat diakibatkan oleh kompetensi yang kurang memadai atau rasa percaya diri yang rendah sebagai pejabat publik.

Dalam mengemban tugasnya yang berat, Presiden sesungguhnya membutuhkan jajaran menteri yang bukan sekadar loyal, melainkan memiliki kepemimpinan yang kuat, kompeten, dan berintegritas. Kehadiran KMP dibutuhkan untuk meringankan tugas kebangsaan Presiden, bukan menjadi beban untuknya.

Target pertumbuhan 8 persen

Selain 17 program prioritas pembangunan yang dicanangkan untuk menjangkau 281,6 juta rakyat Indonesia dengan angka kemiskinan 9,8 persen, Presiden Prabowo meluncurkan program Makan Bergizi Gratis yang akan menyasar 82,9 juta jiwa, membangun 3 juta rumah layak huni untuk rakyat, mencetak 1 juta hektar sawah baru untuk program swasembada pangan, melanjutkan pembangunan IKN, dan menjanjikan tingkat pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun.

Target ini cukup ambisius. Pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia dalam lima tahun terakhir berkisar 5-5,5 persen. Untuk mencapai target itu, mutlak diperlukan peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan pengembangan industrialisasi yang menyerap tenaga kerja.

Target Indonesia mencapai pertumbuhan 8 persen di akhir 2025 sangat sulit dicapai.

Apakah target ini dipahami oleh para menteri kabinetnya dan kemudian dirumuskan menjadi strategi program kerja setiap kementerian?

Secara teoretis—dengan kemampuan APBN 2025 sebesar Rp 3.621 triliun, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di kisaran 3,3 persen, konvergensi perekonomian negara-negara maju, kemampuan industri dalam negeri, dan kinerja ekspor nasional—target Indonesia mencapai pertumbuhan 8 persen di akhir 2025 sangat sulit dicapai.

Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Pembangunan Asia memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5-5,2 persen.

Tak mudah menyeimbangkan penerimaan negara sebagai modal pembangunan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi di saat pemerintah juga membutuhkan anggaran yang besar untuk program pembangunan primer yang jelas tak secara langsung berkorelasi dengan instrumen yang mendorong pertumbuhan.

Pemerintahan yang bersih

Di hadapan peserta Musrenbang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, awal Januari, Presiden menekankan pentingnya penghapusan budaya mark up proyek serta manipulasi anggaran yang merugikan negara dan rakyat.

Presiden juga menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih saat memberikan sambutan pada perayaan Natal bersama akhir Desember 2024 di Istora Jakarta.

Namun, praktik korupsi dan perilaku aparat penegak hukum yang korup masih marak diberitakan, bahkan mengarah ke dalam lembaga penegakan hukum itu sendiri. Tantangan dalam pemberantasan korupsi tidaklah mudah.

Selama oligarki masih terlibat dalam pemerintahan, selama itu pula proses pengambilan kebijakan apa pun tidak pernah sepenuhnya berorientasi bagi kepentingan orang banyak. Ketegasan untuk menegakkan hukum menjadi gamang. Padahal, tegaknya hukum yang adil adalah tonggak kewibawaan sebuah pemerintahan di mata rakyatnya.

Baca JugaWarga Negara Kompeten Versus Oligarki

Presiden Prabowo mewarisi budaya birokrasi patront-client, ketergantungan atasan-bawahan dalam rentang yang luas, minim inisiatif dan lemah integritasnya sebagai pelayan rakyat. Kondisi ini ditunjukkan oleh Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2024 yang menurun dalam sepuluh tahun terakhir.

Birokrasi dan jajaran aparat penegak hukum adalah potensi terbesar kegagalan atau keberhasilan program pembangunan nasional. Presiden menghadapi tantangan berat dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih.

Peluang dan tantangan dunia

Kunjungan luar negeri yang dilakukan Presiden Prabowo ke China, AS, Inggris, Brasil, Peru, Qatar, dan Mesir, serta pertemuan bilateral dan multilateral, beberapa waktu lalu, memberi kesan kuat bahwa Presiden ingin terlibat langsung dalam diplomasi internasional.

Keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan BRICS melalui proses yang eksklusif dan penandatanganan kerja sama dengan China—yang menimbulkan reaksi negara-negara anggota ASEAN yang terlibat sengketa wilayah di Laut China Selatan—dapat dilihat sebagai upaya Presiden Prabowo menunjukkan eksistensinya sebagai penentu kebijakan luar negeri Indonesia.

Sebagai negara yang gigih mendukung perjuangan Palestina, kita kehilangan momentum terlibat dalam negosiasi gencatan senjata di Qatar—yang lebih banyak melibatkan AS dan Eropa, serta sedikit negara-negara Islam—padahal Indonesia memiliki peluang besar untuk terlibat perdamaian di Timur Tengah.

Kembalinya Donald Trump, Presiden ke-47 AS, juga memberikan ketidakpastian arah politik luar negeri AS pada dunia, termasuk Indonesia.

Presiden Prabowo perlu dengan cermat membaca gestur Presiden Trump, yang kebijakannya dapat berpengaruh langsung pada Indonesia sebagai anggota BRICS, bukan OECD.

Trump mengungkapkan keinginannya menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51, membeli Greenland dari Denmark, menekankan pentingnya AS memegang kendali atas Teluk Panama, ancaman peningkatan tarif perdagangan terhadap BRICS, ancaman berlanjutnya perang dagang dengan China, dan ancaman untuk menghentikan bantuan keuangan kepada NATO.

Semua itu merupakan sinyal yang perlu diantisipasi oleh Indonesia.

Perdamaian Ukraina-Rusia, yang menjadi salah satu prioritas kyang disampaikan Trump, menjadi peluang bagi Presiden Prabowo untuk terlibat bersama menjadi mediator aktif upaya menghentikan perang.

Presiden Prabowo perlu dengan cermat membaca gestur Presiden Trump, yang kebijakannya dapat berpengaruh langsung pada Indonesia sebagai anggota BRICS, bukan OECD.

Indonesia perlu menjaga keseimbangan hubungan internasionalnya dengan China dan AS, dan pada saat yang sama terus memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara kuat di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Selain itu, mengokohkan ASEAN sebagai kawasan damai dan makmur dengan peran aktif kepemimpinan Indonesia.

Setelah 100 hari berlalu

Prabowo Subianto adalah legenda dalam sejarah demokrasi Indonesia. Perjalanan panjang selama 20 tahun tanpa berhenti mengikuti pertarungan pemilihan presiden sebanyak empat kali, mulai dari konvensi calon presiden Partai Golkar di 2004 hingga terpilih menjadi presiden ke-8 RI dengan perolehan 58,58 persen suara pada Pilpres 2024.

Prabowo diyakini sebagai sosok yang percaya dan menghargai demokrasi. Kita dapat menemukan alasan kuat perjuangannya meraih kepercayaan rakyat dalam buku Paradoks Indonesia yang ditulisnya. Setelah 100 hari bersama KMP bekerja, rakyat tidak sabar ingin melihat kejelasan arah perjalanan menuju tujuan yang dijanjikan.

Presiden Prabowo memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan mandat rakyat dan kewenangan yang dimilikinya hingga tahun 2029. Kekuasaan yang besar di tangannya harus dipergunakan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca JugaMenavigasi Visi Prabowo

Tidak perlu ada keraguan untuk selalu berpihak kepada rakyat berdasarkan hukum dan nilai kemanusiaan. Tidak perlu ada bayangan lain di wajah Presiden selain bayangan rakyat Indonesia.

Pemerintah perlu menyadari 17 program prioritas pembangunan yang dicanangkan adalah sesuatu yang sulit dicapai semuanya dalam satu periode kekuasaan. Selain butuh anggaran besar di tengah keterbatasan keuangan negara untuk melaksanakan program pembangunan, Indonesia dihadapkan pada tantangan global pergeseran kekuatan geopolitik dan fluktuasi ekonomi dunia.

Presiden perlu menata kembali program prioritasnya yang paling realistis bisa diwujudkan hingga tahun 2029, yang tidak memerlukan anggaran besar dan tidak dipengaruhi situasi global.

Presiden perlu menata kembali program prioritasnya yang paling realistis bisa diwujudkan hingga tahun 2029.

Agenda prioritas dimaksud adalah: (1) memberantas korupsi, (2) memberantas narkoba, (3) melakukan reformasi politik, hukum, dan birokrasi, (4) menyempurnakan penerimaan keuangan negara, serta (5) menjamin pelestarian lingkungan hidup. Lima agenda itu tidak butuh pembiayaan besar, hanya membutuhkan ketegasan dan keteladanan.

Kepercayaan rakyat adalah modal utama stabilitas nasional sebagai landasan pembangunan berkesinambungan. Langkah yang bisa diambil adalah mengevaluasi kinerja para pejabat negara dengan memperhatikan rekam jejak kinerja, integritas, dan kompetensi.

Selaras dengan reformasi yang perlu segera dilakukan terhadap tiga lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, guna mengembalikan kepercayaan rakyat akan tegaknya keadilan dan kepastian hukum.

Jika kedua langkah tersebut segera dilakukan, hal itu akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dengan demikian, target pertumbuhan ekonomi 8 persen terbuka kemungkinan dicapai di tahun-tahun mendatang, seraya melanjutkan program lain untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

* Yuddy Chrisnandi, Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Nasional; Duta Besar RI untuk Ukraina, Armenia, dan Georgia 2017-2021


Kerabat Kerja

Penulis:

ICM Author
 | 

Editor:

Dennis Ferdian
Cookies Injector